Laporan Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Mahoni (Swietenia mahogani)



Laporan Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Mahoni (Swietenia mahogani)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya. Apabila dikelola atau diusahakan dengan cara-cara yang baik. Artinya apabila pohon-pohon ditebang yang ada di hutan untuk diambil kayunya, segera tanah hutan harus di tanam kembali, supaya sumber kayu tidak habis. Kayu dikatakan juga sebagai renewable resources atau sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui misalnya dengan minyak bumi atau barang-barang tambang yang lainnya. Setelah beberapa  puluh atau ratus tahun sumbernya akan habis. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang lain. Dengan kemajuan teknologi, kayu sebagai bahan mentah sudah diproses menjadi kertas, bahan sintetik, tekstil bahkan sampai daging tiruan (Nugraha, 2008).

Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Kulit yang mencirikan berbagai jenis pohon dipengaruhi oleh kecepatan pembentukan dan kecepatan perusakan pada permukaan luar. Lapisan floem sekunder yang mengelupas berupa lembaran atau sisik. Bila belum rusak lapisan tersebut akan menumpuk, sedangkan keliling pohon bertambah terus maka akan terbentuk alur-alur yang merupakan ciri khas kulit pada sebagian besar pohon. Hal ini disebabkan karena sewaktu batang semakin menebal, periderm harus mengimbanginya dengan penambahan diameter melalui pembelahan membujur radial sel-sel felogen dan feloderm. Pecahnya sel-sel tersebut menyebabkan permukaan kulit kayu menjadi kasar dan membentuk alur-alur spesifik (Muhdi, 2004).

Pengolahan kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) di Pulau Jawa menjadi produk kayu gergajian, kayu konstruksi, mebel dan olahan lainnya oleh sebagian industri cukup banyak menyisakan limbah. Penggunaan limbah kayu Mahoni sampai saat ini masih terbatas untuk bahan bakar sehingga perlu dicari kemungkinan penggunaan lainnya (Pujiarti dan Sutapa, 2007).
Tanaman mahoni (Swietenia macrophylla King) termasuk dalam famili Meliaceae.  Pohon selalu hijau (evergreen) dengan tinggi pohon antara 30-35 m,   Kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda lalu berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah pohon berumur tua. Daun bertandan dan menyirip panjangnya antara 35-50 cm, tersusun bergantian, teksturnya halus,  terdapat  4-6 pasang anak daun, panjangnya antara 9-18 cm.  Bunga kecil berwarna putih, panjangnya 10-20 cm, malai bercabang  
(Jaker, 2001).

Sifat fisis kayu merupakan sifat-sifat yang berhubungan dengan kadar air, kerapatan, berat jenis, kembang susut, sifat panas, keawetan alami, warna, kelistrikan kayu, dan sifat penyerapan kayu terhadap air. Susunan kayu terdiri dari susunan sel-sel, dan sel-sel tersebut terdiri dari susunan cellose yang diikat dan disatukan oleh lignine. Perbedaan susunan sel-sel inilah yang menyebabkan perbedaan sifat-sifat dari berbagai jenis (Dumanauw, 1990).

Terdapat banyak sifat yang berhubungan dengan fisis kayu, diantaranya kerapatan atau berat jenis, kadar air, penyusutan dan penampilan atau penampakan (corak dan rupa). Sifat fisis ini merupakan sifat  yang  penting karena banyak berhubungan dengan kegiatan pengerjaan atau pertukangan kayu. Berat jenis kayu yang  dipengaruhi oleh jenis, letak kayu dalam batang, dan tempat tumbuh. Semakin tinggi berat jenis kayu, maka semakin berat, kuat, keras, dan akan sukar dikerjakan. Dengan demikian, berat jenis kayu mempunyai kaitan langsung dengan kekuatan, kekerasan dan sifat pengerjaan dari kayu tersebut        (Sadiyo et al., 2003).

Kayu yang tersusun oleh lignoselulosa menyebabkan kayu bersifat higroskopis yaitu bersifat menyerap air pada kondisi lebih basah dan akan melepaskan air pada kondisi lebih kering dari lingkungannya. Susunan sel yang berbeda pada bidang yang terdapat pada kayu menyebabkan kayu memiliki sifat yang berbeda pada tiga bidang yang dimilikinya yaitu bidang tangensial, radial, dan longitudinal yang biasa disebut dengan sifat anisotropis. Sebagai akibat dari sifat higroskopis dan anisotropis menyebabkan kayu memiliki karakteristik yang unik dibandingakan bahan lain yaitu mengalami kembang susut yang berbeda pada arah tiga dimensinya (tangensial, radial, dan longitudinal). Susut terjadi apabila kayu kehilangan air terikat dalam dinding sel di bawah TJS. Molekul-molekul air terikat melepaskan diri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin atau gugus OH bebas. Sedangkan kembang terjadi apabila air masuk ke dalam struktur kayu dan berinteraksi dengan selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penyusutan atau pengembangan terbesar terjadi pada arah tangensial diikuti arah radial dan longitudinal (Skaar, 1972).

Kegunaan kayu mahoni untuk bahan bangunan, kayu lapis dan meubel, dan termasuk kayu kelas awet III-IV dan kelas kuat III. Pohon mahoni memiliki pertumbuhan yang cepat, dan pada umur 7 hingga 15 tahun mahoni sudah tumbuh besar dan bisa ditebang untuk diambil kayunya (Nursyamsi dan Suhartati, 2013).

Tanaman mahoni dapat tumbuh baik pada daerah beriklim tipe A-C, walaupun dapat tumbuh pada tipe iklim D, suhu rata-rata 20 - 28⁰C. Tumbuh baik pada dataran rendah sampai 1500 m dpl  (di atas permukaan air laut) pada berbagai jenis tanah yang bebas genangan dan pH 6,5-7,5 (Lemmens et al., 1995).


1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Mahoni adalaha untuk mengamalisis, mengidentifikasi dan mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu Mahoni (Swietenia mahagoni).



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berat jenis dan KA kayu perlu diketahui untuk membantu memperkirakan nilai k suatu kayu. Nilai k akan memudahkan kita dalam mengetahui penggunaan atau proses selama pengolahannya sehingga kayu tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Contoh proses pengolahan yang memanfaatkan pentingnya  informasi k adalah proses pengeringan kayu. Informasi nilai k akan membantu untuk menentukan perambatan panas dalam kayu dan besar energi yang diperlukan serta waktu yang dipergunakan untuk melakukan proses pengeringan.  Jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu jati, akasia, mahoni dan sengon laut. Dasar penggunaan jenis kayu ini karena kayu tersebut merupakan kayu yang komersial dan banyak digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini dikondisikan pada KA 0, 10 dan 30% untuk melihat pengaruh dari masing-masing kondisi tersebut. Kadar air 0% menggambarkan bagaimana pengaruhnya terhadap k ketika di dalam kayu tidak memiliki kandungan air sama sekali. Kadar air 10% menggambarkan kondisi kayu saat kering udara dan KA 30 % menggambarkan saat kayu dalam kondisi TJS (titik jenuh serat).   Konduktivitas panas dipengaruhi oleh perbedaan berat jenis kayu, terkait fraksi volume dari dinding sel. Semakin besar volume dinding sel maka akan semakin besar nilai k. Konduktivitas panas juga dipengaruhi oleh kadar air (KA) kayu dengan semakin besar KA maka semakin besar pula nilai k (Listyanto, 2004).

Kualitas kayu ditentukan oleh banyak atau sedikit kandlln gan air pada kayu tersebut yang dikenal dengan istilah Kadar Air (KA) kayu. Kualitas kayu yang baik mempunyai KA kayu yang san gat kecil. Untuk mengetahui kualitas kayu, maka diperlukan pengllkmail KA kayu. Pengukuran kadar air kayu, selama ini dilakukan oleh Direktorat Metrologi dengan menggunakan alat Meter Kadar Air kayu metode tak langsung menggunakan tranduser-tranduser terkalibrasi dan Metodc Oven dan menggunakan cara perbandingan bubot kayu basah dengan kayu kering tanur. Sampel kayu Mahoni yang dipakai dalam penelitian adalah sampel primer yang berasal dari kelompoknya yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas yang ditentukan, yaitu tidak rusak, tidak lapuk. tidak retak, tidak berdebu. dan sebagainya. Sampel kayu mahoni (sampel primer) dijepit dengan plat konduktor sejajar dihubungkan dengan tegangan sumber, diukur tegangannya dalam beberapa tingkatan kadar air yang berbeda secara berulang. Tegangan diukur dengan menggunakan Voltmeter dan kadar air kayu diukur dengan MKA kayu. Hasil pengukuran dibuat rata-ratanya. Dimensi (ukuran) sampel baik untuk bahan uji maupun kayu Mahoni, yang dibuat mempunyai berat sekitar 10 gram dan luas permukaan sekitar 50 mm x 50 mm x 10 mm (Suryana, 2005).

Kerapatan suatu benda yang homogen adalah massa atau berat persatuan volume, sehingga kerapatan selalu dinyatakan dengan satuan gram/cm3 atau kg/m3. Massa atau berat dan volume pada perhitungan kerapatan kayu dapat menggunakan berbagai macam kondisi kayu (kondisi segar/basah, kering udara, kadar air tertentu dan kering tanur). Berat jenis tidak bersatuan karena merupakan perbandingan berat benda terhadap berat dari volume air yang sama dengan volume benda yang diukur atau dapat juga didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan kayu (terhadap kerapatan air pada suhu 40C (Nugraha, 2008).

Berat jenis suatu kayu bergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun di dalamnya, rongga-rongga sel atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan zat ekstraktif di dalamnya. Berat suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat jenis kayu yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu. Berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu terhadap volume air yang sama dengan volume kayu tersebut dengan menggunakan berat kayu kering sebagai dasar. Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies dapat berpengaruh terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya berpengaruh terhadap berat jenis kayu. Klasifikasi yang ada terdiri dari kayu dengan berat ringan, bila BJ kayu < 0,3, kayu dengan berat sedang, bila BJ kayu 0,36- 0,56 dan kayu dengan berat berat, bila BJ kayu > 0,56 (Kasmujo, 2001).

Salah satu ciri fisik dari kayu adalah berat jenis yang digunakan untuk menerangkan masa suatu bahan persatuan volume. Ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Berat jenis diterangkan sebagai kerapatan kayu (yang didasarkan pada berat kering tanur dan volume segar) dibandingkan dengan kerapatan benda standar air yang nilainya 1 g/cm3, sehingga nilai dari berat jenis sama dengan berat bahan volume. Berat jenis digunakan untuk menerangkan masa suatu bahan persatuan volume. Air dipakai sebagai bahan standar karena berat satu sentimeter kubik air adalah satu gram. Jadi dapat dikatakan bahwa berat jenis suatu benda adalah berat benda tersebut per satuan volumenya dan berat jenis benda itu relatif terhadap berat jenis standar, yaitu air. Makin tinggi berat jenisnya, umumnya makin kuat juga kayunya. Semakin kecil berat jenisnya kayu, maka akan berkurang pula kekuatannya. Berat jenis ditentukan oleh tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori (Pandit dan Hikmat, 2002).

Salah satu ciri fisik dari kayu adalah berat jenis yang digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan persatuan volume. Ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Berat jenis diterangkan sebagai kerapatan kayu (yang didasarkan pada berat kering tanur dan volume segar) dibandingkan dengan kerapatan benda standar air yang nilai 1 g/cm3, sehingga nilai dari berat jenis sama dengan kerapatan dengan tanpa satuan atau berat jenis sebagai perbandingan berat bahan dengan berat volume (Suryoatmono, 2004).

Ada dua hal yang terjadi pada perubahan dimensi kayu, yaitu penyusutan dan pengembangan kayu. Penyusutan kayu merupakan Penyusutan dinding sel terjadi saat molekul molekul air terikat melepaskan diri dari molekul molekul selulosa berantai panjang dan molekul-¬molekul hemiselulosa yang kemudian bergerak saling mendekat. Banyaknya penyusutan yang terjadi umumnya sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel. Pengembangan secara sederhana adalah kebalikan proses ini. Penyusutan dan pengembangan dinyatakan sebagai persen dimensi sebelum perubahan terjadi. Kayu akan mengembang bila kadar lengasnya bertambah ( t0 = konstat ) dan menyusut bila kadar lengasnya berkurang. Tetapi besar kembang susut itu tidak sama di dalam berbagai-bagai arah, yaitu arah radial ( menuju ke pusat ), arah tangensial  (searah dengan garis singgung), dan arah axial (sejajar dengan arah panjang batang). Untuk semua jenis kayu kembang susut itu dipengaruhi oleh derajat panas dan angka rapat kayu (Nugraha, 2008)

Modulus elastisitas kayu menentukan kekakuan kayu. Kekakuan yang tinggi menyebabkan kayu tidak mudah melentur saat proses permesinan  dilakukan sehingga ketelitian dimensi produk menjadi tinggi. Modulus elastisitas juga menentukan karakteristik  dinamik kayu. Kayu yang mudah bergetar saat proses permesinan dilakukan menyebabkan kekasaran permukaan kayu  menjadi meningkat. Kemampuan benda untuk berubah bentuk dan kembali pada bentuk semula disebut fleksibilitas, sedangkan kemampuan benda untuk menahan perubahan bentuk disebut dengan kekakuan. Modulus elastisitas adalah nilai yang mengukur hubungan antara tegangan dengan regangan pada batas sebanding dan menggambarkan istilah fleksibilitas dan kekakuan. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas, maka kayu tersebut lebih kaku dan sebaliknya semakin rendah nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut akan lebih fleksibel. (Iskandar, 2009).

Serbuk kayu penggergajian merupakan salah satu jenis partikel kayu yang berukuran 0,25 mm – 2,00 mm, bobotnya sangat ringan dalam keadaan kering dan mudah diterbangkan oleh angin. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif kayu .Saat ini limbah serbuk kayu penggergajian menjadi suatu permasalahan dan suatu beban di industri perkayuan karena selain memakan tempat juga kurang sedap dipandang. Masyarakatpun cenderung untuk membakar limbah serbuk gergaji daripada mengolahnya kembali sehingga menimbulkan polusi udara dan pencemaran lingkungan (Rivai, 2011)

Sebagai akibat dari sifat higroskopis dan anisotropis menyebabkan kayu memiliki karakteristik yang unik dibandingakan bahan lain yaitu mengalami kembang susut yang berbeda pada arah tiga dimensinya (tangensial, radial, dan longitudinal). Susut terjadi apabila kayu kehilangan air terikat dalam dinding sel di bawah TJS. Molekul-molekul air terikat melepaskan diri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin atau gugus OH bebas. Sedangkan kembang terjadi apabila air masuk ke dalam struktur kayu dan berinteraksi dengan selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penyusutan atau pengembangan terbesar terjadi pada arah tangensial diikuti arah radial dan longitudinal (Skaar, 1972).
Nilai kadar air segar tergantung juga pada bulan dan musim saat pohon ditebang. Pada bulan yang berbeda kadar airnya juga akan berbeda yang dipengaruhi oleh musim, atau lebih jelas pada musim penghujan kadar airnya akan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Saat penebangan, sedang berlangsung peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan                       (Manuhua, 2007).

Kekuatan tekan sejajar serat kayu dan tegak lurus serat kayu merupakan dua properti mekanika utama kayu yang sangat diperlukan masing-masing dalam perencanaan komponen struktur tekan (kolom) dan komponen struktur lentur (balok) pada suatu struktur bangunan gedung atau rumah kayu. Mengingat kayu merupakan material ortotropik, yaitu mempunyai properti mekanika yang berbeda pada ketiga arah utama, maka kekuatan tekan kayu pada arah sejajar serat kayu (arah longitudinal) akan berbeda dengan kekuatan tekan kayu pada arah tegak lurus serat kayu (arah radial dan arah tangensial) (Pranata, 2014). 

Kekuatan tekan adalah kekuatan batas yang dapat dicapai kayu ketika komponen kayu tersebut mengalami kegagalan akibat tekan. Dalam perencanaan struktur bangunan kayu berdasarkan beberapa peraturan kayu yang ada  pada saat ini, yaitu sebagai antar lain peraturan kayu Amerika Serikat (American Wood Council, 2011).

Kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut sebagai sifat-sifat mekaniknya. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk memikul beban atau gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimampatkan, tepuntir, atau terlengkungkan oleh suatu beban yang mengenainya. Perubahan-perubahan bentuk yang terjadi segera sesudah beban dikenakan dan dapat dipulihkan jika beban dihilangkan disebut perubahan bentuk elastis. Sebaliknya jika perubahan bentuk berkembang perlahan-lahan sesudah dikenakan, maka disebut reologis atau tergantung waktu (Haygreen dan Bowyer, 1989).


BAB III
METODOLOGI KERJA

3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Sifat Fisis dan Mekanis Kayu yang berjudul “Laporan Akhir Sifat Fisis dan Mekanis Kayu” dilaksanakan pada Rabu, 02 Maret 2016 sampai dengan 9 Juni 2016. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan
     3.2.1 Alat
Alat dan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buku data, caliper, beaker glass, picnometer, botol aquades, cutter, Tensilon, alat tulis dan timbangan analitik. 
     3.2.2 Bahan
Bahan dan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 
sampel kayu mahoni (Swietenia mahagoni) ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm ; 2 cm x 2 cm x 6 cm ; 2 cm x 2 cm x 30 cm, serbuk kayu sebanyak 2 gram, aquades dan air.

     3.2.3Prosedur Kerja
          A. Perhitungan Kadar Air Kayu
  • Disiapkan alat dan bahan
  • Sempel kayu diovenkan selama 24 jam pada suhu ± 1030 C
  • Dihitung kadar air kayu dengan rumus: 
  • KA=(BA-BKT)/BKT X 100%
  • Dicatat hasil pengamatan kedalam tally sheet
          B. Perhitungan Berat Jenis Kayu
  • Disiapkan alat dan bahan
  • Diukur panjang, lebar dan tinggi specimen kayu dengan caliper
  • Sempel kayu diovenkan selama 24 jam pada suhu 103 ± 20 C
  • Dihitung berat jenis kayu dengan rumus:
  • BJ=(Kerapatan Kayu)/(Kerapatan Air)
  • Dicatat hasil pengamatan kedalam tally sheet
          C. Perhitungan Kembang Kayu
  •  Disiapkan alat dan bahan
  • Diukur panjang, lebar dan tinggi specimen kayu dengan caliper
  • Sempel kayu direndam selama 2 x 24 jam
  •  Dihitung kembang kayu dengan menggunakan caliper
  • Dicatat hasil pengamatan kedalam tally sheet
          D. Perhitungan Susut Kayu (Kering udara, oven 700 C dan 103 ± 20 C)
  • Disiapkan alat dan bahan
  • Diukur panjang, lebar dan tinggi specimen kayu dengan caliper
  • Sempel kayu direndam selama 24 jam
  • Dihitung kembang kayu dengan menggunakan caliper
  • Dicatat hasil pengamatan kedalam tally sheet
          E.  Perhitungan MOE dan MOR Kayu Mahoni (Swietenia mahagoni)
  • Dibuka Microsoft excel
  • Dibuka file open lalu dicari data MOE dan MOR dimana tersimpan
  • Diubah menjadi text files dan dibuka salah satu file yang sudah terbuka
  • Diklik open kemudian pilih comma kemudian klik next dan finished
  • Dilihat nilai maksimum load kemudian blok nilai dari awal hingga menuju nilai maksimum load
  • Diklik copy kemudian buka sheet 1
  • Diklik paste kemudian pindahkan nilai yang disisi kanan ke sebelah kiri
  • Diblok kembali nilai kemudian pilih insert kemudian klik scatter
  • Dicari nilai yang linear kemudian ditentukan nilainya
  • Diblok kembali nilai yang sudah didapat kemudian pilih insert dan klik scatter
  • Diperoleh persamaan dan nilai  ∆y/∆P  dan nilainya diubah ke mm
  • Dihitung nilai MOE dan MOR.

          F. Perhitungan Tekan Sejajar Serat
  • Dibuka Microsoft excel.
  • Dibuka file open lalu dicari data Uji tekan sejajar serat  dimana tersimpan.
  • Diubah menjadi text files dan dibuka salah satu file yang sudah terbuka.
  • Diklik open kemudian pilih comma kemudian klik next dan finished.
  • Dilihat nilai maksimum load kemudian blok nilai dari awal hingga menuju nilai maksimum load.
  • Diklik copy kemudian buka sheet 1.
  • Diklik paste kemudian pindahkan nilai yang disisi kanan ke sebelah kiri.
  • Diblok kembali nilai kemudian pilih insert kemudian klik scatter.
  • Dilihat beban maksimum pada saat grafik menunjukkan patahan. Dimasukkan data p, l, b, h ke tabel dengan masing-masing satuan yang sudah ditentukan. Dihitung nilai Uji tekan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan
Hasil yang diperoleh dari praktikum yang berjudul “Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Mahoni (Swietenia mahagoni) ini adalah sebagai berikut.

Note : Tabel hasil pengamatan dan tabel lainnya dapat kalian lihat dengan cara mengunduh file laporan ini dengan meng-klik link yang kami berikan di akhir laporan ini. Terima Kasih.
4.2 Pembahasan
Dari hasil pengujian kerapatan dan berat jenis kayu mahoni (Swietenia mahagoni) nilai kerapatan rata-rata yang didapat adalah 0,5462 g/cm3 dan BJ rata-rata adalah 0,5462. Nilai kerapatan dan BJ yang didapat menunjukkan bahwa kayu mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk ke dalam kayu dengan berat sedang. Hal ini seusai dengan pernyataan dari Kasmujo (2001) bahwa kayu dengan berat sedang bila BJ kayu 0,36-0,56. Pengukuran BJ juga bertujuan untuk mengetahui kelas kuat pada kayu, semakin tinggi berat jenisnya, umumnya makin kuat juga kayunya. Semakin kecil berat jenisnya kayu, maka akan berkurang pula kekuatannya dan kayu mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk ke dalam kelas kuat kayu III. Besarnya nilai kerapatan dan BJ pada kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh pada kayu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pandit dan Hikmat (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis kayu yaitu umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan tumbuh pada kayu. 

Hasil pengujian rata-rata kadar air segar kayu mahoni (Swietenia mahagoni) adalah 48,923%. Rata-rata kandungan kadar air kayu  kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manuhua (2007) Nilai kadar air segar tergantung juga pada bulan dan musim saat pohon ditebang. Pada bulan yang berbeda kadar airnya juga akan berbeda yang dipengaruhi oleh musim, atau lebih jelas pada musim penghujan kadar airnya akan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau. Terdapat perbedaan persentase kadar air antara kayu ulangan 1, ulangan 2 dan 3 hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh kedudukan atau posisi kayu dalam batang pohon. Pada hasil uji dapat diketahui bahwa kayu dengan berat lebih tinggi cenderung memiliki kadar air yang lebih rendah. Kadar air kayu berhubungan erat dengan berat jenis kayu semakin rendah kadar air kayu, maka semakin tinggi berat jenisnya.

Penyusutan yang terjadi pada kayu ini dapat dilihat bahwa yang tersebesar adalah pada saat dari KA segar ke KA kering tanur. Menurut USDA Forest Service besarnya susut radial dan tangensialnya adalah 11,39% dan 3,58%, maka penyusutan yang terjadi pada kayu ini terjadi secara cepat. Pada dasarnya perubahan dari dimensi kayu terjadi pada saat kayu berada pada kondisi titik jenuh serat yang biasanya kadar air pada kayu tersebut sebesar 15-20%. Pada pengukuran kembang, contoh uji yang mengalami pengembangan terbesar adalah contoh uji 2 yaitu sebesar 11,39%. Proses pengembangan ini dilakukan dengan cara menenggelamkan contoh uji kayu ke dalam air selama 24 jam. Setelah di rendam kayu mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan air yang masuk ke dalam rongga-rongga sel kayu.


MOE (Modulus of Elasticity)
Hasil yang diperoleh dari pengukuran kekuatan lentur pada kayu Mahoni (Swietenia mahagoni) adalah sebagai berikut:

Modulus elastisitas (MOE) berkaitan dengan regangan, defleksi dan perubahan bentuk yang terjadi. Besarnya defleksi dipengaruhi oleh besar dan lokasi pembebanan, panjang dan ukuran balok serta MOE kayu itu sendiri. Modulus elastisitas adalah nilai yang mengukur hubungan antara tegangan dengan regangan pada batas sebanding dan menggambarkan istilah fleksibilitas dan kekakuan. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas, maka kayu tersebut lebih kaku dan sebaliknya semakin rendah nilai modulus elastisitas maka kayu tersebut akan lebih fleksibel. MOE kayu dilakukan untuk memperoleh kekakuan kayu juga. Kelenturan kayu ini berguna untuk mendapatkan nilai kekuatan kayu dalam menahan beban tanpa patah. MOE pada setiap sampel uji berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan kadar air, kerapatan dan struktur kayu walaupun kayu berasal dari pohon yang sama serta ukuran yang sama.  

Penentuan MOE yang paling tinggi juga dapat dilihat berdasarkan  grafik dimana spesimen ke 5 memiliki kurva tingkat kelenturan tertinggi dibandingkan dengan grafik lain. Sementara spesimen dengan MOE terkecil yaitu spesimen ke 3 memiliki kekuatan lentur paling renda. Ini artinya spesimen ini lebih kaku dibandingkan dengan spesimen lain. Dapat juga dilihat pada grafik kurva kelenturan spesimen 3 cenderung lebih datar dibandingkan spesimen lain. Meskipun spesiemen memiliki ukuran dan berasal dari pohon yang sama, MOE yang dihasilkan berbeda ini dikarenakan kadar air yang berbeda, kerapatan serta struktur kayu. Kayu dengan kadar air yang tinggi cenderung lebih tinggi kelenturannya.

MOR (Modulus of Rupture)
Hasil yang diperoleh dari pengukuran kekuatan lengkung (MOR) pada kayu Mahoni  (Swietenia mahagoni) adalah sebagai berikut:
Modulus of Rupture (MOR) dihitung dari beban maksimum (beban pada saat patah) dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama untruk MOE. Berdasarkan hasil pengujian nilai MOR secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah pada sampel uji 5 yaitu 762,60; sampel uji 1 yaitu 666,93; sampel uji 6 yaitu 655,86; sampel uji 2 yaitu 619,47; sampel uji 3 yaitu 601,23; sampel uji 7 yaitu 553,52; dan sampel uji 4 yaitu 506,26. Perbedaan nilai MOR dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar air, kerapatan dan struktur kayu walaupun kayu berasal dari pohon yang sama serta ukuran yang sama


Tekan Sejajar Serat 
Hasil yang diperoleh dari Tekan sejajar serat kayu mahoni (Swietenia mahagoni) adalah sebagai berikut :
Kuat tekan sejajar arah serat adalah kekuatan kayu memikul beban yang bekerja padanya yang arah beban sejajar dengan arah serat kayu.  Keteguhan tekan sejajar serat memiliki  perbedaan yang nyata antar sampel uji kayu mahoni, hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan posisi sampel uji pada batang pohon. Perbedaan kekuatan tekan tersebut secara berturut-turut adalah  sampel uji 1 yaitu 292,874; sampel uji 6 yaitu 258,050; sampel uji 5 yaitu 232,971; sampel uji 3 yaitu 325,628 sampel uji 2 yaitu 317,404 ; sampel uji 4 yaitu 96,53; dan sampel uji 7 yaitu 87,084.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
  1. Kadar air rata-rata kayu mahoni (Swietenia mahagoni) dari ketiga contoh uji tersebut adalah 48,923%.
  2. Pada pengukuran kembang, contoh uji yang mengalami pengembangan terbesar adalah contoh uji 3 pada arah radial
  3. Pada pengukuran susut kering oven 70C, contoh uji kayu yang mengalami susut tertinggi adalah contoh uji 1 arah tangensial, sedangkan pada pengukuran susut kering oven 103±2C, contoh uji kayu yang mengalami susut tertingi adalah contoh uji 1 arah tangensial.
  4. Kekuatan lentur kayu diukur dengan merenggangkan kayu pada sebuah alat yaitu tensilon. MOE tertinggi ada pada spesimen 5 dimana MOE yang diperoleh adalah  dan yang terkecil terdapat pada contoh uji 3.
  5. Kayu mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk ke dalam kayu dengan berat sedang dan termasuk ke dalam kelas kuat kayu III.
  6. Nilai MOR pada kayu mahoni (Swietenia mahagoni) secara berturut-turut dari yang tertinggi adalah pada sampel uji 5 yaitu 762,60; sampel uji 1 yaitu 666,93; sampel uji 6 yaitu 655,86; sampel uji 2 yaitu 619,47; sampel uji 3 yaitu 601,23; sampel uji 7 yaitu 553,524; dan sampel uji 4 yaitu 506,26.
  7. Kuat tekan sejajar arah serat adalah kekuatan kayu memikul beban yang bekerja padanya yang arah beban sejajar dengan arah serat kayu. berturut-turut adalah  sampel uji 1 yaitu 292,874; sampel uji 6 yaitu 258,050; sampel uji 5 yaitu 232,971; sampel uji 3 yaitu 325,628 sampel uji 2 yaitu 317,404 ; sampel uji 4 yaitu 96,53; dan sampel uji 7 yaitu 87,084.

5.2 Saran
Sebaiknya sebelum melakukan penganalisisan, pengidentifikasian, dan pengenalan kayu mahoni harus diperhatikan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Dan pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga hasil yang diperoleh efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Basri, E. dan S. Rulliaty. 2008. Pengaruh Sifat Fisik Dan Anatomi Terhadap Sifat Pengeringan Enam Jenis Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 26(3): 1-17. 
Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Frick, H. 1993. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Jaker, D. 2001. Informasi Singkat Benih. Indonesia Forest Seed Project. Bandung.
Kasmujo. 2001. Identifikasi Kayu dan Sifat-sifat Kayu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Iskandar, 2009. Pengukuran Modulus Elastisitas Berbagai Jenis Kayu  Untuk Furnitur. Diakses dari Pengukuran%20Modulus%20Elastisitas%20Kayu .pdf [28 Mei 2016] [20.00 WIB]
Manuhua, E. 2007. Kadar Air Dan Berat Jenis Pada Posisi Aksial Dan Radial Kayu Sukun (Arthocarpus communis, J.R dan G.Frest). Jurnal Agroforestry 2(1). Universitas Pattimura. Maluku.
Muhdi. 2004. Ilmu Kontruksi Bangunan Kayu. Kanisius. Yogyakarta.
Nugraha. 2008. Kayu dan Olahannya. Kanisius. Yogyakarta.
Nursyamsi dan Suhartati. 2013. Pertumbuhan Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King) dan Suren (Toona sinensis)  di Wilayah DAS Datara Kab. Gowa. Info Teknsi Eboni 10(1): 48-57.
Pandit, I.K.N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Bangunan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Pujiarti, R. dan J. G. Sutapa. 2007. Mutu Arang Aktif dari Limbah Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) sebagai Bahan Penjernih Air.
Lemmens, R.H. M.J., I. Soerianegara and W.C.Wong. 1995. Plant Resources of South East Asia. 5(2) Timber Trees : Minor Commercial Timber. Bogor.
Listyanto, 2004. Konduktivitas Panas Empat Jenis Kayu Dalam Kondisi Kadar Air Yang Berbeda. Di akses dari konduktivitas panas empat_jenis_kayu_dalam_kondisi_kadar_air_yang_berbeda.pdf
Rivai. 2011. Preparasi Dan Karakterisasi Mikrokristalin Selulosa Dari Limbah Serbuk Kayu Penggergajian.l. Sains dan Teknologi Farmasi 16, (2): 180-188.
Sadiyo et al. 2003. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Yayasan Prose. Bogor.
Skaar C. 1972. Water in Wood. Syracuse University Press, New York.
Suryana, 2005. Analisis Hubungan Kadar Air Pada Kayu Dengan Tegangan Listriknya Menggunakan Metode Resistansi  Studi Kasus Pada Kayu Mahoni.Diakses dari serbuk%20kayu/Ref%20lap%20akhir/content% 20ASE%202%20kin.HC.006.pdf [29 Mei 2016] [22.00 WIB]
Suryoatmono, B. 2004. Struktur Kayu. Universitas  Parahyangan. Bandung.

Post a Comment

0 Comments