Resume Pemanfaatan Mangrove di Bidang Ekowisata

PEMANFAATAN MANGROVE DI BIDANG EKOWISATA
Bersarkan penelitian “Studi Potensi Ekowisata Mangrove di Kuala Langsa, Provinsi Aceh”.



Ekowisata adalah wisata berbasis pada alam dengan menyertakan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian ekosistem pesisir dan laut. 

Kegiatan ekowisata berkembang sebagai respon kejenuhan wisatawan akan obyek-obyek wisata buatan. Wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara pada saat ini memiliki kecenderungan akan obyek wisata yang bersifat menyatu dengan alam. 
Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan dalam pengembangan ekowisata di daerah yang memiliki keanekaragaman ekologi. Salah satu potensi alam yang dapat dijadikan ekowisata yaitu ekosistem mangrove.  

Keberadaan ekosistem mangrove memiliki potensi ekologis dan ekonomi. Menurut Wibisono (2005) secara ekologis ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, diantaranya: 

a. Sebagai penahan erosi dan abrasi pantai akibat hempasan ombak. 
b. Merupakan tempat ideal untuk perlindungan dan pembesaran (nursery ground) dari berbagai jenis larva udang dan ikan.  
c. Sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan. 

Hasil hutan mangrove baik hasil kayu dan nonkayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahana makanan, kerajinan, obat-obatan, dan pariwisata (Kustanti, 2011).  

Salah satu daerah yang berpotensi untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata yaitu ekosistem mangrove yang berada di Kuala Langsa. Ekosistem mangrove di Kuala Langsa merupakan kawasan hutan lindung  telah dimanfaatkan sebagai salah satu kawasan wisata yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran apabila dibiarkan karena dapat mengakibatkan terjadinya degradasi hutan mangrove dan mempengaruhi status kawasan hutan mangrove tersebut.

ANALISIS SWOT (Strength Weakness Oportunity Threat)

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, pengunjung, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pertanian, dan Kepala Desa Kuala Langsa serta pengamatan yang dilakukan pada saat di lapangan maka didapatkan faktor internal dan eksternal sebagai berikut: 

Faktor Internal 
Kekuatan (Strength) 
1. Terdapat legalitas  hukum mengenai status kawasan 
2. Jarak tempuh menuju ke lokasi wisata tidak jauh dari pusat kota Langsa 
3. Kondisi jalan yang baik 
4. Kearifan lokal mengenai aturan syariat islam 

Kelemahan (Weakness) 
1. Aspek pengelolaan kawasan hutan lindung belum tercipta 
2. Belum ada sistem kelembagaan wisata 
3. Sarana, prasarana, serta jasa wisata tidak memadai 
4. Lemahnya sistem penegakan hukum terhadap keberadaan hutan mangrove  

Faktor Eksternal 
Peluang (Opportunity)  
1. Pelaku kegiatan wisata masih sedikit 
2. Menambah pendapatan masyarakat sekitar 
3. Minat pengunjung untuk melakukan wisata tinggi 
4. Merupakan satu-satunya wisata berbasis alam di Kota Langsa yang berpotensi untuk dikembangkan  

Ancaman (Threats)  
1. Kesadaran pengunjung yang masih rendah dalam menjaga kebersihan lokasi  
2. Penebangan liar serta perambahan hutan mangrove masih sering terjadi Tidak adanya izin dalam usaha pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, penyedia jasa wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam, dan penyedia sarana wisata 
alam 

PEMBAHASAN
 Analisis Vegetasi Mangrove 

Dari hasil pengamatan ekosistem mangrove di Kuala Langsa, pertumbuhan tumbuhan mangrove kategori pohon ditumbuhi oleh 4 jenis mangrove, diantaranya adalah Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, dan Brugueira gymnorrhiza. Nilai kerapatan terbesar yaitu pada jenis Rhizophora apiculata dengan nilai 1493,3 ind/ha.  

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan Mangrove Dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove bahwa kondisi mangrove 
Kuala Langsa termasuk kriteria baik dan memiliki kepadatan yang cukup tinggi dengan nilai melebihi 1000 pohon/ha. 

Dari hasil analisis vegetasi, kawasan mangrove Kuala Langsa merupakan zona bakau. Menurut Kordi (2012) zona bakau biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur, lembek (dalam). Pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis bakau (Rhizophora spp) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain seperti lain seperti tanjang (Brugueira spp), nyirih (Xylocarpus spp). 

Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata 
Berdasarkan analisis kesesuaian ekologis, dari 5 jalur yang dianalisis menunjukkan bahwa kawasan mangrove Kuala Langsa termasuk dalam kategori Sesuai Bersyarat (S2) dengan nilai 53,77%. Hubungan faktor pembatas dengan kesesuian ekologis untuk kegiatan ekowisata diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Ketebalan mangrove 
Berdasarkan hasil pengukuran tebal mangrove yang dimulai dari garis terluar ke arah laut tegak lurus ke arah darat hingga vegetasi mangrove terakhir, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ketebalan mangrove Kuala Langsa kecil. Ketebalan mangrove mempengaruhi luas cakupan dalam kegiatan wisata alam mangrove terutama pada jalur tracking mangrove 

2. Kerapatan mangrove 
Nilai kerapatan mangrove yang didapatkan dari hasil analisis vegetasi mangrove menunjukkan bahwa kondisi mangrove termasuk kriteria mangrove yang baik. Ketebalan berpengaruh terhadap daya dukung ekosistem dan kenyamanan habitat. 

3. Jenis mangrove 
Jenis mangrove yang didapatkan terdiri dari 5 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, dan Scyphipora hydrohyllaceae. Banyaknya jenis mangrove berpengaruh terhadap pemandangan dan kenyamanan pengunjung.

4. Pasang surut 
Ketinggian air dan frekuensi pasang air laut mempengaruhi kenyamanan wisata. Dari hasil yang didapat, pasang air laut yang terjadi termasuk kategori baik untuk kegiatan wisata dengan kisaran 1,2 m.  

5. Obyek biota 
Keragaman biota yang terdapat di hutan mangrove Kuala Langsa adalah monyet, ikan, kepitng, dan moluska. Monyet menjadi nilai daya tarik pada kawasan ini. 

Faktor pembatas dalam menjaga stabilitas  ekosistem dapat dipertahankan dengan upaya perlindungan terhadap ekosistem mangrove untuk mencegah terjadi biodegradasi mangrove yang menyebabkan terjadinya kerusakan. 

Analisis Atraksi untuk Kegiatan Ekowisata 
1. Keunikan Sumberdaya Alam 
Kawasan ekowisata mangrove Kuala Langsa memiliki nilai daya tarik berupa sungai dan fauna yang dimilikinya. Ketika melakukan tracking, di dalam hutan tersebut dapat ditemukan sungai. Sungai tersebut dijadikan area memancing bagi sebagian wisatawan ataupun masyarakat sekitar. 

2. Banyaknya sumberdaya alam dapat terlihat berupa hasil seperti pohon, perikanan tangkap, dan ketersediaan air di sungai. Banyaknya sumberdaya pohon memberikan dampak negatif bagi hutan mangrove karena penebangan tak dilakukan secara selektif. Pohon yang ditebang dimanfaatkan sebagai bahan baku tiang penyangga untuk rumah-rumah masyarakat dan juga pembangunan shelter di sekitar kawasan ekowisata mangrove. 

3. Kegiatan Wisata yang Dapat Dilakukan 
a. Menikmati keindahan alam Kegiatan ini dapat dilakukan pada saat berada di shelter atau ketika melakukan tracking. 
Apalagi ketika air pasang datang, membuat kawasan menjadi lebih menarik untuk dilihat. 
b. Melihat Flora dan Fauna Dengan berjalan di sepanjang jalur track, pengunjung dapat menikmati keindahan alam sambil belajar mengenai flora dan fauna. Banyaknya flora yang tumbuh di kawasan mangrove membuat suasana nyaman dan teduh. Flora yang bisa dinikmati di sepanjang jalur tracking merupakan flora mangrove zona bakau. Fauna yang mungkin bisa ditemui di kawasan ini adalah monyet yang dapat ditemukan langsung di sekitar kawasan ekowisata mangrove tanpa harus melalui kegiatan tracking terlebih dahulu. 
c. Tracking Terdapat jalur tracking pada kawasan mangrove berupa jalan setapak yang terbuat dari kayu. Kegiatan tracking dikenakan biaya sebesar Rp 2000,00 . Jalur tracking ini menelusuri hutan mangrove dan pada akhir jalur tracking akan bertemu dengan laut. 
d. Memancing 
Pada umumnya, wisatawan melakukan kegiatan memancing pada hutan mangrove yang berbatasan dengan laut secara langsung atau dengan menggunakan sampan. 

4. Bersampan 
Kegiatan bersampan dilakukan bisa untuk melakukan kegiatan mancing atau hanya sekedar menelusuri muara-muara pada hutan mangrove. Sampan dapat disewa membuat wisatawan dapat berkeliling menggunakan sampan tersebut untuk lebih dekat dengan hutan mangrove Kuala Langsa 

5. Kebersihan Lokasi Kesadaran wisatawan yang masih tergolong rendah membuat mereka membuang sampah ke hutan mangrove tersebut sehingga membuat nilai kebersihan lokasi menurun. Adanya pemukiman penduduk juga mengurangi nilai keindahan kawasan wisata. 6. Kenyamanan Kawasan ini terbebas dari ancaman bau, kebisingan, tidak ada lalu lintas yang menganggu, dan pelayanan terhadap pengunjung cukup baik. Kebersihan lokasi kawasan wisata mempengaruhi nilai keindahan wisata alam mangrove sehingga sedikit mengurangi nilai kenyamanan kawasan akibat sampah-sampah yang berada di sekitar kegiatan wisata. 

Analisis SWOT 

Strategi yang bisa diciptakan adalah strategi yang memakai kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluangpeluang yang ada. Rumusan analisis adalah sebagai berikut: 
i. Akses merupakan hal yang penting dalam usaha pengembangan lokasi wisata. Akses yang baik akan mudah menjangkau daerah wisata alam. Pengelola dapat memanfaatkan kondisi jalan yang baik dan transportasi yang memadai untuk menarik minat wisatawan mengunjungi kawasan terutama wisatawan yang berkunjung bersama keluarga. 
ii. Membentuk KUR bagi masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan wisata sehingga terdapat barang dan jasa yang diperdagangkan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. 
iii. Sistem perundang-undangan yang harus dipatuhi sebagai legalitas hukum sehingga keberadaan wisata mangrove dapat berlangsung secara berkelanjutan. 
iv. Menjadikan kawasan hutan mangrove Kuala Langsa sebagai kawasan wisata yang lebih mengutamakan kepada wisata berbasis kekeluargaan agar tidak melanggar kearifan lokal yang berlaku di daerah tersebut. 

2. Strategi WO 
  Strategi ini adalah strategi dengan cara meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang yang ada. 
Setelah dianalisis didapat rumusan strategi sebagai berikut: 
i. Peningkatan sarana, prasarana, dan jasa penting dilakukan sebagai daya tarik bagi pengunjung kawasan sehingga terjadi hubungan interaksi dengan masyarakat sekitar yang kemudian menambah nilai ekonomi. 
ii. Dilakukan agenda rutin dalam kegiatan konservasi hutan mangrove seperti kegiatan reboisasi mangrove 
iii. Dibentuk suatu badan pengelolaan wisata sehingga segala aktifitas di sekitar kawasan wisata keseluruhannya kategori legal. 

3. Strategi ST 
 Strategi ini diperoleh dengan cara menggunakan kekuatan yang ada untuk  mengatasi ancaman yang ada. Rumusan strateginya sebagai berikut: 
i. Pihak pemerintah harus tegas dalam setiap tindakan yang merugikan dan merusak tatanan hutan mangrove di Kuala Langsa ii. Menyampaikan himbauan terhadap masyarakat untuk melestarikan kawasan wisata yang bisa dilakukan bersamaan dengan kegiatan promosi wisata mangrove Kuala Langsa 
iii. Melakukan kegiatan blok pemanfaatan yaitu menjadikan salah satu atau beberapa bagian dari kawasan hutan lindung yang dijadikan  tempat kegiatan wisata alam dan kunjungan wisata.  

4. Strategi  WT 
 Strategi ini diperoleh dengan meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman yang datangnya dari luar kawasan. Rumusan strategi yang diperoleh adalah sebagai berikut: 
i. Pemerintah dan masyarakat harus memiliki satu visi dalam tujuan mencapai ekowisata 
ii. Melengkapi segala dokumen persyaratan untuk menjadikan hutan lindung Kuala Langsa wilayah pemanfaatan wisata alam iii. Menyediakan pemandu wisata sehingga tersampaikan pesanpesan yang bersifat edukatif sehingga menanamkan nilai konservasi terhadap pengunjung. 
iv. Membuat suatu areal khusus atau zonasi dalam pemanfaatan kawasan hutan mangrove tersebut untuk dijadikan kawasan wisata.   

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 
1. Ekosistem mangrove Kuala Langsa ditumbuhi oleh 5 jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Brugueira gymnorrhiza, dan Scyphipora hydrohyllaceae dengan nilai kerapatan spesies tertinggi pada jenis Rhizophora apiculata.  Indeks kesesuaian untuk wisata mangrove termasuk kategori sesuai bersyarat dengan nilai persentase sebesar 53,77%.  
2. Masyarakat secara umum bekerja sebagai nelayan dan pedagang sekitar kawasan wisata. 
Berdasarkan persepsi masyarakat menyatakan setuju untuk dikembangkan kawasan mangrove Kuala Langsa sebagai kawasan ekowisata, tetapi masyarakat tidak ikut terlibat dalam kegiatan ekowisata tersebut. 
3. Pengunjung memiliki minat yang tinggi dalam mengunjungi kawasan wisata. Hal ini dapat dilihat yaitu nilai travel cost ratarata yang dikeluarkan mencapai Rp 132.812,00. Masyarakat juga mengharapkan adanya peningkatan fasilitas, sarana, prasarana, serta jasa yang berhubungan dengan kegiatan wisata. 

Saran 
Perlu dilakukan pembenahan pada banyak aspek terhadap kawasan mangrove Kuala Langsa oleh pihak pengelola, misalnya memperhatikan kebersihan lokasi wisata, memperbaiki serta meningkatakan  sarana, prasarana, dan jasa wisata serta membentuk sistem kelembagaan wisata. 


Post a Comment

0 Comments