Makalah Bioteknologi Laut Mengenai Pembuatan Obat Diare Menggunakan Ekstrak Padina australis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
      Kesehatan adalah suatu hal yang selalu didambakan dan dijaga oleh setiap orang. Manusia yang dihadapkan dengan penyakit umumnya harus mengeluarkan banyak uang demi menyembuhkan penyakitnya. Hal ini membuat manusia berpikir untuk mencari alternatif lain yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut tanpa harus mengeluarkan dana yang relatif besar dan bebas dari obat-obatan sintetis. Solusi yang paling banyak ditemukan adalah penggunaan bahan tanaman yang umumnya cenderung berasal dari daratan. Sejatinya, Tanaman air juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan. Menurut Rasyid A. (2004), beberapa tanaman air berpotensi untuk dijadikan sebagai tanaman obat-obatan, namun keterbatasan dalam hal eksplorasi, menyebabkan rendahnya produk obat-obatan yang berasal dari tanaman air. Adapun tanaman air yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan obat-obatan diantaranya seperti sponge dan rumput laut. Kandungan kimia yang dimiliki oleh kedua tanaman ini terbukti dapat menyembuhkan dan menekan aktivitas penyakit yang ada pada manusia. Diare merupakan salah satu penyakit yang sangat umum terjadi di kalangan masyarakat saat ini. Obat-obatan yang untuk menyembuhkan penyakit ini juga sudah cukup banyak. Namun pengobatan menggunakan tumbuhan air masih sangat jarang diugnakan. 
    Menurut Wibowo (2001), rumput laut jenis Codiumedule (Chlorophyta) dan Sargassum polycystum (Phaeophyta) memiliki aktivitas antibakteri bagi E. coli pada konsentrasi ekstrak rumput laut sebesar 10 – 50%. Selain tanaman rumput laut dari jenis yang tersebut diatas, saat ini telah ditemukan jenis tanaman rumput laut lainnya yang juga efektif dalam mengatasi penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri E. Coli. Nama latin dari tanaman ini adalah Padina australis. 
     Hasil penelitian Triastinurmiatiningsih dan Tri Saptari Haryani (2008) menunjukkan bahwa Padina australis, mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli. Padina australis termasuk kedalam rumput laut yang memiliki ukuran besar dan mudah dilihat dengan mata biasa, bentuknya seperti kipas, dalam perkembangbiakannya bagian talus sering terkoyak ada dalam bentuk cluster (kelompok). P. australis mempunyai tubuh buah yang terdiri dari hold-fast (seperti akar), stipe (seperti batang), blade (seperti daun) (Trono Jr and Ganzone-Fortes, 1988).

1.2Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari menguji efektivitas dari rumput laut jenis Padina australis sebagai bahan antibakteri E. Coli.

1.3Manfaat
a)Mengetahui Alternatif tanaman antibakteri E. Coli
b)Mengetahui efektifitas tanaman Padina australis sebagai bahan antibakteri E. Coli
c)Mengetahui proses ekstraksi tanaman Padina australis sebagai bahan antibakteri E. Coli

BAB II
METODOLOGI KERJA
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini tertera pada tabel di bawah ini.

2.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini teretera pada tabel di bawah ini
2.2 Cara Kerja
A. Ekstraksi Padina australis
 Sampel P. australis dicuci hingga bersih, kemudian dipotong-potong ukuran ± 1 cm,dan dikeringkan dalam oven pada suhu 500C sampai berat kering konstan. Setelah kering, sampel digrinder sehingga diperoleh bubuk kering. Sampel sebanyak 100 gram dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 1000 ml selama 3x24 jam agar massa bioaktif dapat keluar dari thallusnya yang padat. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring Whattmann 42 dan bantuan vacuum flask, filtrat ditampung dalam erlenmeyer. Ekstrak dievaporasi menggunakan evaporator pada suhu 50˚C sampai tidak terjadi lagi pengembunan pelarut pada kondensor.
B. Persiapan Inokulum Bakteri E. coli
Inokulum E. coli dibuat dengan populasi 105 - 106 cfu/ml. Stok kultur E.coli murni di erichment dengan menggunakan 2 ml TSB, dan diinkubasi selama 120 menit dalam inkubator suhu 30 - 35˚C. Kemudian dilakukan dekantasi/ pencucian dengan menggunakan larutan BPS pH 7.2 terhadap bakteri tersebut (dengan deret tabung), sampai di dapat kekeruhannya setara dengan kekeruhan Mac Farland III (deret 109). Hasil dari kesetaraan dengan standar Mac Farland tersebut dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml BPS pH 7.2 (sebagai deret 108), kemudian lakukan deret selanjutnya sampai didapat populasi 106 atau 105 cfu/ml.
C. Pengujian Efektivitas Ekstrak Padina australis
Pengujian efektivitas ekstrak Padina australis sebagai antibakteri E. coli menggunakan uji difusi menurut KirbyBauer dengan metode oles (Lay, 1994). Pada media dioleskan satu ose bakteri E. coli, kemudian kertas cakram yang telah mengandung ekstrak P. australis diletakkan pada media dan ditekan agar ekstrak meresap pada media dengan baik. Pembacaan hasil dilakukan setelah inkubasi pada suhu 350C selama 18-24 jam dengan cara mengukur diameter daerah hambatan (zona bening) disekitar kertas cakram menggunakan kertas milimeter atau penggaris. Perlakuan yang digunakan dalam pengujian ini yaitu ekstrak dengan konsentrasi 40%, 60%, 80% dan 100% (b/v), sedang kontrol positif digunakan amoksisilin. Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang dilanjutkan dengan uji acak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%.
D. Uji Fitokimia
Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan metabolit yang terekstrak dari sampel P. australis, meliputi :
Uji Alkaloid 
Sebanyak ± 0,3 gram sampel ditambah 10 mL etanol dan 10 mL aquadest kemudian disaring. Filtrat hasil penyaringan ditambahkan beberapa tetes H2SO4 2 M, kemudian dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (tidak berwarna) dipipet ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan reaksi Mayer, Dragendorf dan Wagner. Jika terdapat endapan putih dengan pereaksi Mayer, endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorf dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner maka senyawa alkaloid terdapat di sampel tersebut (Harborne, 1987).
Uji Flavonoid 
Sebanyak ± 0,1 gram sampel dilarutkan dalam 100 ml etanol, kemudian dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 5 ml filtratnya ditambahkan 0,10 mg serbuk Mg, 1 ml HCl pekat dan 1 ml amil alkohol lalu dikocok kuat-kuat. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alcohol (Harborne, 1987).
Uji Triterpenoid 
Sebanyak 2 ml asam asetat anhidrat ditambahkan pada 1 mL ektrak etanol dan 2 mL asam sulfat pekat. Adanya steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau (Edeoga,et al. 2005).
Uji Saponin (uji busa) 
Sebanyak dua gram sampel dilarutkan menggunakan 20 ml etanol 70%. Didihkan menggunakan penangas air, kemudian disaring menggunakan kertas saring. Campurkan 10 mL filtrat dengan 5 mL aquadest dan kocok hingga terbentuk busa stabil. Tambahkan olive oil dan kocok dengan keras, adanya saponin ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil (Edeoga,et al. 2005). e. Uji Fenol Hidrokuinon Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 20 mL etanol 70% dan yang ke dua 1 gram sampel di ekstrak menggunakan 20 mL aqudest. Filtrat yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl35%. Reaksi positif ditunjukan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru (Edeoga,et al. 2005).
Uji Tanin 
Sebanyak ± 0,1 gram sampel diekstrak menggunakan menggunakan pelarut etanol. Filtrat yang didapat kemudian ditambahkan beberapa tetes FeCl31%. Adanya senyawa tanin ditunjukan dengan terbentuknya warna hjau, biru atau ungu (Harborne, 1987). Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Menggunakan GC-MS Analisis GC-MS dilakukan terhadap hasil ekstrak yang positif menunjukkan daya antibakteri terhadap E. coli. Sebelum dilakukan identifikasi senyawa aktif ekstrak, terlebih dahulu dilakukan pengujian fitokimia untuk mengetahui penggolongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak P. australis. Analisis GC-MS dilakukan berdasarkan metode Putra (2007), gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju aliran diatur sebagai berikut: suhu injektor 3200C, suhu awal oven 700C. Laju kenaikan suhu 100C/menit, dan suhu akhir oven 3100C. Identifikasi senyawa dilakukan dengan bantuan perangkat lunak PC. Parameter yang digunakan adalah parameter kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran diameter daerah hambatan yang terlihat disekitar kertas cakram (mm).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Ekstraksi Padina australis
Hasil ekstraksi P. australis dengan menggunakan pelarut etanol 96%, diperoleh ekstrak cair berwarna hijau pekat (hijau tua), kemudian setelah dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator diperoleh larutan ekstrak berwarna hijau bening

Hasil Ekstraksi P. Australis (A) Sebelum Ekstraksi (B) Sesudah Ekstraksi


     Hasil maserasi sebanyak 250 gram simplisia P. australis dengan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak cair berwarna hijau pekat (hijau tua), dan setelah dipekatkan diperoleh ekstrak kental berwarna hijau kekuningan bening sebesar 37,5 gram (rendemen ekstrak sebesar 15%). Pelarut etanol 96% mempunyai polaritas yang tinggi, sehingga mampu melarutkan senyawa aktif dalam simplisia P. australis lebih banyak dibandingkan jika menggunakan pelarut lainnya. Selain itu, etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman apabila digunakan sebagai pelarut. Hal ini sesuai dengan pendapat Paturau (1982), bahwa etanol 96% dapat melarutkan dengan sempurna untuk senyawa resin, lemak, karbohidrat dan senyawa organik lainnya. Hasil ekstrak kental mengindikasikan bahwa ekstrak P. australis mengandung komponen senyawa aktif yang larut dalam pelarut polar. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhayati dkk. (2009), bahwa nilai rendemen dari hasil maserasi suatu bahan menunjukkan adanya komponen bioaktif yang terkandung dalam bahan tersebut.


     Pada Tabel 1 diketahui bahwa filtrat Padina australis yang menggunakan perekasi etanol 96% menunjukkan hasil alkaloid yang kurang pekat pada pengujian menggunan reagen Mayer,Wagner dan Dragendorf. Kandungan flavonoid pada filtrat Padina australis menggunakan pelarut etanol menunjukan adanya flavonoid dengan kisaran pekat. Triterpenoid P. australis dengan menggunakan pelarut etanol menunjukkan adanya kisaran pekat, sedangkan senyawa saponin terdapat pada kisaran sedang. Saponin tampak jelas ketika adanya busa pada saat filtrat dipanaskan. Fenol hidrokuinon pada kisaran sedang dengan menggunakan pelarut etanol, tanin pada filtrat P. australis memiliki senyawa yang pekat.  Menurut pendapat Basmal (1999), bahwa senyawa tanin, dan triterpenoid merupakan suatu senyawa metabolit sekunder yang dapat dijumpai pada jenis-jenis rumput laut dan mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Pendapat Fitriyani (2012), yang mengemukakan bahwa dalam ekstrak rumput laut terdeteksi senyawa aktif golongan alkaloid, tanin, dan triterpenoid yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri.
3.3 Uji Effektivitas Ekstrak Padina australis terhadap Antibakteri E.coli 
Pengujian efektivitas ekstrak P. australis terhadap antibakteri E. coli dilakukan dengan mengukur lebar zona hambat pada variasi konsentrasi rendemen ekstrak berturut-turut 60%, 80%, dan 100% dihasilkan rata-rata zona hambat terbesar pada konsentrasi rendemen ekstrak 100% yaitu sebesar 14,37 mm, sedang rata-rata zona hambat terkecil diperoleh pada perlakuan konsentrasi 60% yaitu sebesar 2,25 mm. Hasil pengukuran zona hambat ekstrak Padina australis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar di bawah ini.


Lebar zona hambat yang terbentuk ini dipengaruhi oleh konsentrasi bahan aktif yang terkandung dalam ekstrak P. australis, sensitivitas bakteri E. coli terhadap ekstrak, serta kecepatan difusi bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak terhadap medium agar. Selain itu, kondisi lingkungan media bakteri uji yaitu suhu, waktu inkubasi, umur bakteri juga mempengaruhi lebar zona hambat yang terbentuk pada tiap perlakuan konsentrasi ekstrak. Hal ini sesuai dengan pendapat Rajendra (2011) bahwa senyawa tanin yang terkandung dalam rumput laut dapat menyebabkan denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri, sehingga akan menyebabkan kematian sel bakteri. Hadioetomo (1993), menyatakan bahwa waktu inkubasi, umur dan jumlah sel bakteri berpengaruh terhadap pengujian daya hambat suatu bahan sebagai antibakteri. Sementara Dwijoseputro (1987), menyatakan bahwa tingkat efektifitas suatu bahan menggunakan metode Kirby Bauer dikatakan sensitif jika terbentuk zona hambat (daerah bening) di sekeliling kertas cakram. Hasil pengukuran zona hambat yang terbentuk pada tiap perlakuan, diperoleh zona hambat terluas sebesar 14,37 mm pada konsentrasi ekstrak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi 100%, setelah diinkubasi pada suhu kamar selama 18-24 jam, ternyata pada daerah zona hambat tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri

3.4 Identifikasi Senyawa Aktif Ekstrak Padina australis
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran lebar daerah hambat dari ekstrak P. australis, kemudian dianalisis senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak menggunakan metode GC-MS.Data yang diperoleh dari hasil pengukuran lebar daerah hambat dari ekstrak P. australis, kemudian diidentifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak menggunakan metode GC-MS. Hasil uji aktivitas GC-MS terhadap ekstrak Padina australis menghasilkan 15 senyawa yang positif memiliki aktivitas sebagai anatibakteri yaitu golongan terpenoid, steroid, alkaloid dan fenolik. Hasil ini sesuai dengan pernyataan (Grayson, 2000; Liem et al, 2006) bahwa dalam alga coklat terkandung senyawa fenolik dan senyawa golongan terpenoid yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, yaitu monoterpenoid, diterpenoid, triterpenoid, dan senyawa phytol. Berdasarkan hasil uji fitokimia diperoleh senyawa golongan triterpenoid, saponin, tannin, dan senyawa fenolik. Demikian pula dari hasil uji GC-MS menunjukkan adanya kelimpahan golongan triterpenoid yaitu senyawa phytol yang diduga mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bhattacharya (2013), bahwa phytol merupakan golongan senyawa diterpenoid dan triterpenoid yang umumnya dijumpai dalam rumput  laut dan mempunyai aktivitas.

3.5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini yaitu;
 1. Hasil maserasi Padina australis diperoleh ekstrak cair berwarna hijau tua, dan dari hasil rotavapor diperoleh ekstrak kental berwarna hijau bening sebanyak 37,5 gram dan rendemen sebesar 15%.
 2. Konsentrasi ekstrak paling efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli yaitu ekstrak dengan konsentrasi 100%, dengan diameter daerah hambat yang diperoleh sebesar 14,37 mm 
3. Hasil uji fitokimia ekstrak diperoleh senyawa golongan triterpenoid, alkaloid, tannin, dan senyawa fenolik. 
4. Hasil identifikasi senyawa aktif menggunakan metode GC-MS diperoleh 17 senyawa yang diantaranya terkandung senyawa golonganditerpenoid dan triterpenoid yaitu senyawa fitol, yang diduga memiliki aktivitas sebagai antibakteri.

Saran
Hasil penelitian disarankan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pembuatan sediaan dalam bentuk tablet maupun sirup sehingga akan memberi kemudahan dan kepraktisan dalam penggunaan ekstrak Padina australis.

DAFTAR PUSTAKA
Tri Saptari Haryani, Bina Lohita Sari ,Triastinurmiatiningsih. Efektivitas Ekstrak Padina australis Sebagai Antibakteri Escherichia coli. 2012. FMIPA Universitas Pakuan. Bogor.




Post a Comment

1 Comments

  1. Baccarat - Bet on your favorite casino - Wolverione
    In this online casino game, you'll enjoy the 인카지노 variety 바카라 사이트 of games you can enjoy หาเงินออนไลน์ as well as the chance to win progressive jackpots, table games,

    ReplyDelete