Halo sahabat sekalian, pada kesempatan kali ini kami akan membagikan referensi untuk Laporan Praktikum Pengukuran pH Salinitas dan Titik Didih. Ingat ya ini sebagai referensi bukan sebagai bahan untuk di copy-paste sepenuhnya. Berusahalah membuat laporan sebaik mungkin dengan usaha dan pengetahuan kalian sendiri atau berimproviasasi dari laporan yang kami sediakan ini juga tidak masalah selama kalian tidak menelannya bulat-bulat ya hehehe... Baiklah langsung saja berikut ini isi dari Laporan Praktikum Pengukuran pH Salinitas dan Titik Didih. Semoga membantu :)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oseanografi kimiawi adalah jenis bidang ilmu terapan yang cenderung bersifat sains dan mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan segala macam bentuk unsur serta fenomena dan reaksi-reaksi kimia yang terdapat di wilayah laut dan juga hubungannya dengan lingkungan serta ekosistem. Lingkungan laut merupakan suatu daerah lingkungan yang sangat kompleks. Tidak hanya terdapat miliaran kubik air asin di dalamnya, namun didalamnya terdapat pula berbagai macam jenis kehidupan. Salah satu parameter yang berperan penting dalam ekosistem laut adalah pH, salinitas, dan nilai titik didih suatu perairan. Ketiga parameter ini tentunya saling berikatan antara satu dengan lainnya.
pH atau derajat keasaman adalah jumlah ion H+ yang terdapat di dalam suatu perairan atau juga biasa dikenal dengan tingkat keasaman suatu perairan. Derajat keasaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan air di suatu perairan, sehingga sering dipergunakan sebagai petunjuk untuk nilai baik-buruknya suatu perairan. Namun, pH tetap memiliki peran yang sangat penting terhadap keberadaan mahluk hidup.
Salinitas adalah salah satu parameter yang berperan penting disuatu perairan. Salinitas merupakan jumlah gram garam terlarut di salam satu kilogram air laut. Nilai salinitas sering disebut juga sebagai nilai dari tingkat keasinan suatu perairan, karena dalam penghintungan nilai salinitas, nilai yang dihitung adalah jumlah kadar garamya. Suatu perairan yang memiliki nilai salinitas yang tinggi biasa dikenal dengan perairan asin dikarenakan jumlah dari garam terlarutnya yang tinggi. Sedangkan perairan yang memiliki nilai salinitas yang rendah dikarenakan jumlah kadar garam terlarutnya yang rendah. Perairan dengan nilai salinitas yang rendah biasanya dikenal dengan perairan air tawar.
Titik didih adalah salah satu parameter yang sangat ditentukan oleh nilai parameter-parameter lainnya. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi nilai dari titik didih suatu zat adalah adanya material zat yang terlarut dalam suatu perairan. Apabila komponen zat terlarut tersebut bersifat ionik maka perubahan titik didih akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini tentunya sesuai dengan perngertian titik didih itu sendiri dimana titik didih merupakan nilai suhu suatu zat saat zat tersebut dalam keadaan mendidih. Jadi, apabila zat tersebut belum mencapai fase mendidih maka nilai dari titik didih tentunya belum dapat ditentukan.
Penghitungan ketiga parameter diatas tentunya dapat dilakukan dengan cara yang praktis yaitu dengan menggunakan alat-alat seperti : pH meter, refraktometer serta thermoeter. pH meter digunakan untuk mengukur nilai pH, refraktometer digunakan untuk mengukur salinitas, dan thermometer digunakan untuk mengukur titik didih. Semua nilai parameter tersebut dapat diamat di alat tersebut dalam bentuk angka. Agar lebih memahami ketiga parameter tersebut maka dilakukanlah percobaan ditempat yang telah ditentukan.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk :
a. Mengetahui kadar pH disuatu perairan
b. Mengetahui kadar salinitas pada suatu perairan.
c. Mengetahui perbedaan titik didih antara air laut dan air tawar.
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini adalah :
a. Dapat memahami cara menggunakan pH meter
b. Dapat mengetahui cara menggunakan refraktometer
c. Dapat mengetahui cara menggunakan thermometer
d. Dapat memahami cara pengukuran pH,salinitas dan titik didih
e. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi titik didih
f. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai salinitas
g. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai derajat keasaman.
h. Mengetahui hubungan antara ketiga paramater yaitu salinitas,pH dan titik didih
i. Mengetahui cara pengukuran dengan metode yang lebih efisien
j. Mengetahui perbedaan titik didih antara air tawar dan air laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Nilai pH merupakan salah satu parameter yang praktis bagi pengukuran kesuburan suatu perairan. Banyak reaksi kimia penting yang terjadi pada tingkatan pH yang sulit. Menurut jenis dan aktivitas biologisnya, suatu perairan dapat berubah pH dari unit penanganan limbahnya. Tetapi umumnya batas toleransi ikan adalah berkisar pada pH 6,5 – 8,5 (Mahida, 1984).
Derajat keasaman perairan merupakan suatu parameter paling penting dalam pemantauan kualitas air. Dengan mengetahui jumlah kadar pH disuatu perairan kita dapat mengetahui tingkat produktivitas perairan tersebut. Kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah-ubah sepanjang hari akibat proses fotosintesis tumbuhan air. Derajat keasaman suatu perairan juga sangat menentukan kelangsungan hidup suatu organisme perairan (Wlech, 1952).
Jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolak ukur keasaman. Lebih banyak ion H+ berarti lebih asam suatu larutan dan begitupun sebaliknya. Larutan yang bersifat basa banyak mengandung ion OH- dan sendikit mengandung ion H+. Keasaman dan kebasaan dihitung dalam skala logaritma antara 1 sampai 14 satuan. Satuan inilah yang disebut dengan pH (Nybakken, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas yaitu penguapan dan curah hujan. Makin besar tingkat penguapan air laut disuatu wilayah maka salinitasnya akan semakin tinggi. Sebaliknya, pada daerah dengan tingkat penguapan yang rendah maka rendah pula kadar garamnya. Makin besar curah hujan disuatu wilayah maka salinitas air laut itu akan rendah dan namun makin rendah curah hujan maka semakin tinggi salinitasnya (Annisa, 2008).
Salinitas suatu wilayah menentukan dominansi mahluk hidup pada daerah tersebut. Suatu wilayah dengan salinitas tertentu didominasi oleh satu spesies tertentu terkait dengan tingkat toleransi spesies tersebut terhadap salinitas yang ada. Tumbuhan ialah salah satu mahluk hidup tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh nilai salinitas tempat ia tumbuh (Ngarai, 1992).
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut di dalam air. Nilai salinitas juga dapat mengacu kepada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau,sungai dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar (Djoko, 2011).
Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana saat tekanan uap jenuh cairan itu sama dengan tekanan di luar. Dari defenisi ini dapat diketahui bahwa titik didih cairan tergantung pada tekanan udara pada permukaan cairan. Itulah yang menjadi sebab mengapa titik didih air di gunung berbeda dengan titik didih air yang berada di daerah pantai. (Atkins, 2001).
Titik didih dapat digunakan untuk memperikirakan secara tidak langsung betapa kuatnya gaya tarik antar molekul cairan. Cairan yang gaya antar molekulnya kuat titik didih tinggi dan sebaliknya jika gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah. Kerapatan suatu molekul sangat mempengaruhi nilai titik didih. Umunya molekul dengan kerapatan tinggi akan lebih cepat mendidih atau panas daripada molekul dengan tingkat kerapatan rendah (Petrucci, 2010).
Cairan memiliki volume tetap. Hanya sedikit yang dipengaruhi oleh tekanan serta viskositasnya jauh lebih besar daripada gas. Dua zat dapat tercampur secara sempurna apabila kriteria dari kedua zat tersebut sama atau hampir sama. Cairan memiliki daya tarik tarik antar molekul yang lebih kuat daripada gas (Sukardjo, 2004).
Bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam satu zat pelarut, sifat larutan itu berbeda dari pelarut murni. Terdapat 4 sifat fisika yang penting yang berubah secara berbanding lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yang terdapat, yaitu tekanan uap, titik beku, titik didih, dan tekanan osmotik. Keempat faktor fisika tersebut sangat ditentukan dengan adanya zat terlarut tertentu (Keenan, 1992).
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan gara, sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umunya. Sebagai contoh, laut mati memiliki kadar garam sekitar 30%. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5% air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya (Denni, 2011).
Kandungan garam mempunyai pengaruh pada sifat-sifat air laut. Karena mengandung garam, titik beku air laut turun hingga menjadi lebih rendah dari 0°C yaitu sekitar -1,9°C pada nilai salinitas 3,5%. Sedangkan untuk titik didihnya malah mengalami peningkatan dari titik didih normal air. Semua perubahan ini tentunya disebabkan karena adanya zat terlarut ionik berupa NaCl didalamnya (Widodo, 2011).
Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Kebedaradaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis laut seperti densitas,kompresibilitas, titik beku dan temperatur. Beberapa sifat lain seperti viskositas, daya serap cahaya tidak dipengaruhi secara signifikan oleh nilai salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam dilaut adalah daya hantar listrik dan tekanan osmosis (Nontji,2002).
Salinitas juga merupakan parameter yang digunakan dalam pengkajian oseanografi. Salinitas juga sangat membantu dalam mempelejari gerak massa air, hal ini berhubungan dengan percampuran konsentrasi garam terlarut dalam air laut yang sebagian besar berupa ion klorida, natrium sulfat, magnesium, kalsium, kalium, bikarbonat, bromida, borat stronsium dan flourida. Dimana semuanya memiliki komposisi dilautan yang relatif tetap (Steward, 2010).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefenisikan sebagai kologaritma aktivasi ion hidrogen yang terlarut. Jumlah dari banyaknya ion-ion H+ didalam larutan dinyatakan sebagai tingkat keasaman suatu larutan. Sedangkan jumlah ion OH dinyatakan sebagai tingkat kebasaan (Sururi, 1998).
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Minggu,13 Maret 2016. Praktikum tersebut dimulai dari pukul 09:00-12:00 WIB. Praktikum bertempat di pantai Alue Naga Kabupaten Aceh Besar. Dengan posisi lintang N 50 36’ 15,84” dan E 950 20’ 46,65” dan kemudian peraktikum dilanjutkan dilanjutkan di laboraturium Kimia Laut Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala.
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
Tabel 3.2.1 Alat
No Nama Alat Jumlah
1 pH Meter 1 Unit
2 Gelas Beaker 2 Unit
3 Botol Wadah Sampel 2 Unit
4 Timba 2 Unit
5 Refraktometer 1 Unit
6 Pipet Tetes 2 Unit
7 Lampu Spirtus 2 Unit
8 Kawat Kasa 2 Unit
9 Tungku Segitiga 2 Unit
10 Thermometer 1 Unit
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
Tabel 3.2.2 Bahan
No. Nama Bahan Jumlah
1 Air Laut 25 ml
2 Air Tawar 25 ml
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pengukuran pH
a) Dimasukkan pH meter kedalam sampel.
b) Ditekan tombol on pada pH meter.
c) Ditunggu hingga angkanya stabil.
d) Dicatat hasil akhirnya.
3.3.2 Pengukuran salinitas
a) Dikalibrasi sensor Refraktometer menggunakan Aquadest.
b) Dikeringkan menggunakan tissue.
c) Diteteskan sampel air laut pada sensor Refraktometer.
d) Diamati hasilnya dan dicatat hasilnya.
3.3.3 Pengukuran Titik Didih
a) Diambil masing-masing sebanyak 50 mL air tawar dan 50 mL air laut.
b) Dimasukkan kedalam gelas beaker.
c) Dipanaskan hingga mendidih.
d) Diukur titik didihnya menggunakan thermometer.
e) Dicatat hasilnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh dari praktikum ini, adalah
4.2 Pembahasan
Praktikum pengukuran pH, salinitas dan titik didih ini dilakukan dengan metode pengmatan langsung pada alat. Alat yang digunakan adalah pH meter, refraktometer dan thermometer. Metode pengamatan ini sangat efisien dikarenakan nilai kadar yang diinginkan langsung tertera pada alat yang digunakan. Meskipun ada kemungkinan bias dalam pengukuran parameter-parameternya, namun tetap saja cara ini jauh lebih efektif daripada harus menggunakan cara pengukuran yang melibatkan berbagai reaksi kimia yang kompleks.
Pengukuran pH atau derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan alat berupa pH meter. Nilai pH yang dihasilkan adalah 6,4. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tempat pengambilan sampel ini masih tergolong kedalam ciri perairan basa, namun sewaktu-waktu bisa saja pH perairan ini turun menjadi asam dikarenakan adanya pencemaran. Lokasi tempat pengambilan sampel sangat berdekatan dengan muara air payau, maka oleh sebab itu segala bentuk perubahan yang terjadi pada perairan muara tersebut akan sangat mempengaruhi nilai pH yang ada di perairan sekitarnya dan lingkungan yang ada disekelilingnya.
Salah satu faktor lain yang menyebabkan perubahan terhadap nilai pH adalah kadar CO2 yang terlalu tinggi di dalam suatu perairan. Apabila kadar CO2 tinggi, maka nilai pH akan semakin rendah. Nilai pH perairan dibawah 5 maka akan sangat berbahaya bagi mahluk hidup. Hal ini dikarenakan pada kisaran pH rendah, tumbuhan akan sulit untuk berfotosintesis. Nilai pH merupakan jumlah ion H+ yang ada di dalam sampel suatu perairan. Apabila ion H+ nya mendominasi maka perairan ini akan bersifat asam, sebaliknya apabila ion H+ sedikit dan didominasi oelh ion OH- maka perairan akan bersifat basa. Kebasaan inilah yang merupakan kebalikan dari sifat asam.
Hal ini sesusai dengan teori dalam buku yaitu “jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan tolak ukur suatu keasaman, lebih banyak ion H+ berarti lebih asam suatu larutan dan begitu pula sebaliknya, larutan yang bersifat basa banyak mengandung OH dan sangat sedikit sekali mengandung H+, keasaman dan kebasaan diukur dengan skala logaritma antara satu (1) sampai empat belas (14) satuan-satuan inilah yang dikenal dengan istilah sebutan untuk pH" (Nybakken, 1988).
Meskipun pH perairan tempat pengambilan sampel ialah 6.4, namun sejatinya nilai pH tersebut masih dapat mendukung pertumbuhan seperti ikan dan lain-lain. Hal ini tentunya didukung pula oleh teori didalam buku yang menyatakan “nilai pH ialah merupakan salah satu parameter yang praktis bagi pengukuran kesuburan suatu perairan, banyak reaksi kimia penting yang terjadi pada tingkatan pH yang sulit. Menurut jenis dan aktivitas biologisnya, suatu periaran dapat berubah pH dari unit penanganan limbahnya. Tetapi pada umumnya batas toleransi ikan adalah berkisar pada pH antara 6,5-8,5”(Mahida, 1984). Jadi, karena nilai pH sampel perairan adalah 6,4, maka sesuai teori masih ada kemungkinan mahluk hidup untuk bertahan dikarenakan angka nilai pH nya hanya terpaut 0,1 saja dan angka ini bsia saja berubah dikarenakan sebab-sebab tertentu.
Pengukuran nilai salinitas dilakukan dengan menggunakan alat berupa rekfraktometer. Alat ini menggunakan prinsip pembiasan cahaya dari partikel-partikel terlarut yang ada di dalam sampel yang digunakan. Pembiasannya akan memberikan hasil maksimum apabila paritkel terlarutnya ialah berupa garam dan konsentrasi yang tinggi. Apabila partikel terlarut berupa garam memiliki nilai konsentrasi yang rendah maka proses pembiasan tidak akan sempurna dan akan memberikan nilai salinitas yang rendah. Nilai salinitas yang rendah inilah yang biasa dikenal dengan istilah salintias air tawar. Pada pengukuran nilai salinitas dengan menggunakan alat didapatkan hasil rata-rata yaitu 31,67%. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tempat pengukuran kadar merupakan wilayah perairan air asin dikarenakan nilai salinitasnya diatas 30 ppt atau 30%. Nilai salinitas ini tentunya tidak akan selalu konstan, ia akan selalu berubah seiring dengan adanya pengaruh dari faktor-faktor lain dilingkungan sekitar perairan tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai salinitas disuatu perairan adalah proses penguapan dan curah hujan. Proses penguapan terjadi diakibatkan karena suhu yang tinggi diwilayah perairan. Saat suhu perairan meningkat, sebagian besar air yang ada dipermukaan akan menguap dan bergerak ke atas dikarenakan karena adanya perbedaan tekanan. Saat air menguap inilah jumlah konsentrasi kadar garam akan menjadi lebih pekat dari sebelumnya. Peristiwa peningkatan nilai salinitas seperti ini hanya dapat terjadi apabila perubahan suhunya terlalu tinggi dari suhu rata-rata. Setelah terjadi proses penguapan tentunya akan ada proses presipitasi atau biasa dikenal dengan istilah hujan. Proses ini fungsinya berkebalikan dari proses penguapan, dimana pada proses ini terjadi pengenceran kembali yang membuat nilai salinitas disuatu wilaya mengalami penurunan.
Hal ini tentunya didukung pula oleh teori dalam buku yang menyatakan “faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas yaitu penguapan dan curah hujan.makin besar tingkat penguapa air laut suatu wilayah, maka salinitasnya akan semakin tinggi. Sebaliknya pada daerah yang tingkat penguapannya rendah, maka rendah pula kadar garamnya. Makin besar curah hujan disuatu wilayah, maka salinitas air laut itu akan rendah dan makin rendah curah hujan, maka makin tinggi salinitasnya” (Annisa, 2008).
Jadi salinitas bukanlah suatu nilai yang konstan seperti halnya nilai konstanta pada umunya tapi lebih ke nilai yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Karena pada hakikatnya, nilai kadar memang akan selalu berubah. Mengacu pada pengertian salinitas, yaitu jumlah gram garam terlarut dalam satu kilogram air laut, hal ini berarti kadar garamlah yang menentukan ebsarnya nilai salinitas. Hal ini didukung pula oleh teori didalam buku yang mengatakan, “salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut di dalam air. Nilai salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai dan saluran air alami sangatlah kecil sehingga air ditempat ini dikategorikan sebagai air tawar”(Djoko,2011).
Melalui teori diatas, dapat dipahami bahwa kandungan garam yang terdapat di perairan tempat pengambilan sampelnya cukup banyak. Hal ini disebabkan karena perairan tempat pengambilan sampel ialah perairan laut. Nilai salinitas 3,167% masih tergolong kedalam jangkauan range perairan air asin. Dikarenakan salinitas laut bebas yaitu 30-36 ppt.
Pengukuran titik didih dilakukan dengan menggunakan thermometer. Pengkuran dilakukan dengan menggunakan sampel berupa air laut dan air tawar. Penggunaan 2 jenis sampel bertujuan untuk membandingkan nilai titik didih dan perbandingan nilai suhu kedua sampel tersebut. Nilai titik didih air tawar adalah 95°C. Sedangkan, nilai titik didih air laut 98°C. Perbedaan ini dapat disebabkan karena adanya partikel zat terlarut. Partikel zat terlarut di dalam air laut ialah berupa kristal garam NaCl yang terlarut di dalam air. Tidak hanya NaCl saja, tentunya masih banyak jenis garam lainnya yang terdapat di dalam air laut yaitu seperti MgSO4, KCl dll. semua garam-garam ini mempengaruhi nilai titik didih. Pada air tawar, tidak terdapat partikel zat terlarut berupa kristal garam sehingga nilai titik didihnya jauh lebih rendah daripada air laut. Berarti perbedaan ini sangat ditentukan oleh nilai kadar zat terlarutnya.
Teori ini tentunya didukung pula oleh teori dalam buku yang menyatakan bahwa “bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam suatu zat pelarut, sifat larutan itu berbeda dari pelarut murni. Terdapat 4 sifat fisika yang penting yang berubah secara berbanding lurus dengan banyaknya partikel zat terlarut yang terdapat, yaitu tekanan uap, titik beku, titik didih, dan tekanan osmotik. Keempat faktor fisika tersebut sangat ditentukan dengan adanya zat terlarut tertentu” (Keenan, 1992).
Adanya kandungan zat terlarut berupa garam didalam air laut membuat titik didih larutan ini jauh lebih tinggi daripada air tawar. Pada dasarnya kandungan garam dalam air laut merupakan larutan dengan ikatan ionik. Dalam ilmu kimia, ikatan ionik sejatinya merupakan ikatan yang sulit diputuskan. Karena sulit untuk diputuskan ikatannya, maka titik didih larutan ini akan menjadi lebih tinggi. Titik didih yang tinggi, akan membuat jumlah entalpi ataupun kalor yang dibutuhkan menjadi jauh lebih banyak daripada zat ataupun larutan yang memiliki titik didih rendah. Hal ini pula lah yang menjadi alasan, larutan garam akan lebih lama mendidih daripada larutan non-garam.
Selain adanya kandungan garam, salah satu faktor lain yang mempengaruhi nilai titik didih adalah dikarenakan adanya perbedaan tekanan udara. Tekanan udara yang rendah akan menyebabkan penurunan pada nilai titik didih. Sedangkan jika tekanan udarnaya tinggi maka akan menyebabkan kenaikan pada nilai titik didihnya. Kasus seperti ini biasanya, terjadi jika pengambilan sampel dilakukan di dua tempat dan pengukuran titik didih juga dilakukan di dua tempat yang berbeda pula. Pada percobaan ini, pengukuran titik didih dilakukan di tempat yang sama dan sampel juga diambil pada lokasi yang sama pula. Sehingga perubahan titik didih pada 2 sampel ini , tidak dipengaruhi karena tekanan udaranya melainkan karena adanya kandungan garam terlarut.
Selisih nilai titik didih antara sampel air tawar dengan sampel air laut adalah 3°C. Perselisihan terhadap nilai titik didih ini disebabkan karena adanya garam terlarut. Jadi apabila larutan memiliki kandungan garam, maka secara otomatis, nilai titik didihnya kaan jauh lebih tinggi daripada larutan yang tidak memiliki kandungan kristal garam terlarut di dalamnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari percobaan ini ialah sebagai berikut :
1. Titik didih larutan sampel air laut jauh lebih tinggi dari pada titik didih air tawar.
2. Titik didih air tawar adalah 95˚C sedangkan titik didih air laut adalah 98˚C.
3. Nilai salinitas air laut adalah sebesar 31,67% nilai
4. Nilai pH atau tingkat keasaman air laut adalah 6,4.
5. Salinitas di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti penguapan dan besar nya tingkat curah hujan.
6. Faktor yang mempengaruhi nilai pH adalah pencemaran.
7. Nilai pH sebesar 6,4 mengindikasikan perairan tersebut sedikit tercemar.
8. Perbedaan titik didih air laut dengan air tawar sebesar 3˚C.
9. Titik didih di pengaruhi oleh jumlah zat terlarut dalam suatu perairan.
10. Kandungan CO2 juga mempengaruhi nilai pH.
5.2 Saran
Saran kami dalam praktikum kali ini agar praktikan lebih tertib serta kelengkapan alat praktikum lebih memadai, agar dalam proses praktikum berjalan dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa. 2008. Pengamatan Perairan. Jakarta : Djambatan
Atkins. 2001. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga
Denni. 2011. Konsep Fisika dan Kimia Laut. Jakarta: Erlangga
Djoko. 2011. Laut Nusantara. Jakarta : Erlangga
Keenan. 1992. Kimia untuk Universitas. Jakarta : Erlangga
Mahida. 1984. Pencemaran Air. Jakarta : Erlangga
Ngarai. 1992. Kimia Dasar. Jakarta : Djambatan
Nontji. 2001. Laut Nusantara. Jakarta : Djambatan
Nybakken. 1988. BiologiLaut dan Pendekatan Ekologi. Jakarta : LIB Press
Petrucci. 2010. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga
Stewart. 2010. Pengamatan Kualitas Air. Bandung : ITB Press
Sukardo. 2004. Kimia Fisika. Yogyakarta : Aneka Cipta
Sururi. 1998. Perairan Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Widodo. 2011. Sifat-sifat Fisik Fluida. Jakarta : Erlangga.
Wlech. 1952. Polluntant Of Water. London : Lindsay Press.
0 Comments