BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi adalah ilmu pengetahuan perilaku dan batinan manusia. Di Indonesia pada awalnya, khususnya UGM, psikologi disebut sebagai ilmu jiwa. Sekarang pun psikiatri masih menggunakan istilah ilmu jiwa dan gangguan atau penyakit jiwa. Istilah batinan di sini dugunakan untuk kata “mind”, meskipun sebbetulnya juga tidak pas betul. Kata “mind” diartikan sebaagai kesadaran tentang apa yang terjadi dalam pikiran, perasaan, dan tubuh.
Bab 2 mengkaji manusia sebagai sistem ganda. Terutama bila manusia dilihat dari segi organismik, maka psikologi klinis mmenerangkan berikut fungs batinan berikut dalihnya. Jerome Kagan (2006) seorang klinisi sekaligus peneliti jangka panjang tentang perkembangan manusia dari bayi sampai dewasa, mengungkapkan dalihnya tersebut dengan jenaka. Setelah itu ide dilanjutkan dengan pengantar tentang pengukuran perilaku dan batinan. Untuk mengambil keputusan tepat bagi kasus yang dihadapi, pengiraan mikro diuraikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Ganda
Seorang manusia sangat rumit. Satu tubuh terdiri atas berbagai organ yanga ada di dalamnnya dan anggota di bagian luarnya. Fungsi masing-masing organ dan angota tubuh berbeda-beda dan bekerja sama supaya manusia hidup. Psikologi mengkaji manusia sebagai sistem organismik. Pada tingkatan yang lebih rendah dari sistem organismik, yaitu sistem sel, sudah beribu faktor memengaruhi fungsinya. Belum lagi adanya kamajuan bioteknologi. Telah ditemukan cetak biru manusia, Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Ribonucleid Acid (RNA) yang sudah dapat dipetakan untuk masing-masing orang. Dengan ditemukan cetak biru tersebut, serang manusia saja sudah terdiri dari beribu bahkan berjuta kombinasi faktor. Makin rumitlah tubuh manusia berikut fungsinya.
Selain dari system sel, manusia juga dapat dilihat dari system organ, organism, keluarga, kelompok, masyarakat, organisasi, maupun global. Pelayanan psikologis dapat diterapkan pada system organism sampai system global. Hanya saja para psikolog sendiri sering menekankan bahwa mereka hanya memberikan pelayanan perorangan saja. Psikolog juga lebih sering meneliti manusia sebagai makhluk individual saja. Dengan kata lain, psikolog hanya memperhatikan manusia sebagai system organismik saja. Pelayanan psikologis pada individu dan keluarganya disebut pelayanan mikro.
Para dokter yang tidak puas dengan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia dari tubuhnya mengembangkan psikologi klinis. Mereka yang tertarik untuk menerangkan perilaku manusia dari tubuhnya mengembangkan psikologi biologis, atau bila mengambangkan fungsinya disebut psikologi fisiologis. Psikologi umum dikembangkan untuk diperkenalkan pada mahasiswa atau orang awam yang ingin mempelajari perilaku manusia umumnya.
Apalagi dengan ditemukannya Electroencephalogram (EEG), pemindai Positron Emission Tomography (PET), Magnetic Resonance Imaging (MRI), muncul temuan-temuan baru yang berkaitan dengan fungsi otak pada perilaku manusia. Para ahli mengembangkan fungsi MRI untuk menunjukkan adanya dasar biologis perilaku manusia. Salah satunya adalah Michael I. Posner, seorang sejawat dari University of Oregon, Eugene, Oregon, USA. Posner telah menulis tentang Imagines of Mind (1997) berdasarkan penelitian psikologi saraf dengan MRI tersebut. Dalam bukunya, ia menerangkan kerja otak yang sebetulnya sangat rumit dengan sederhana, sehingga jelas apa yang terjadi di organ tersebut ketika orang diberi tugas tertentu.
B. Dalih Tentang Batinan
Psikologi klinis mau tidak mau akan menghadapi segala sesuatu berkaitan dengan hal-hal yang tidak selalu tampak. Dari segi psikodinamika, penanganan psikolog klinis ditujukan pada khayalan atau fantasi individu tentang pengalaman yang membentuk dirinya sekarang. Pendekatan kemanusiaan lebih menekankan sikap terhadap pihak yang dihadapi. Pendekatan perilaku tampak dengan definisi operasionalnya. Pendekatan transpersonal lebih melihat manusia sebagai bagian dari alam semesta. Masing-masing punya cara untuk membuat pengiraan terhadap permasalahan yang dihadapi perorangan.
Jerome Kagan (2006), salah seorang senior dalam psikologi perkembangan dan psikologi klinis. Dalam bukunya itu, ia menuliskan sejarah hidupnya bersamaan dengan kritiknya terhadap teori-teori utama psikologi maupun ilmu pengetahuan sosial lainnya. Secara ringkas, Kagan menulis tentang pilihan dan indoktrinasi, menyiapkan fondasi baru, menrima biologi dan sejarah, moralitas manusia, menghargai tempramen, dan merayakan mind. Kata mind diterjemahkan batinan oleh penulis. Jerome Kagan melakukan banyak sekali penelitian yang diceritakan dalam bukunya. Penelitian terakhir lebih meyakinkan dia akan pengalruh besar biologi terhadap perkembangan manusia, yakni tentang tempramen. Bersama Nancy Snidman, dia melakukan eksperimen menggunakan pengukuran fisiologis dan biologis untuk mengamati tempraemn anak. Kelebihan Kagan sebagai ilmuwan adalah bahwa penelitian–penelitiannya berjangka panjang. Dia dan timnya mengikuti perkembangan dari bayi sampai dewasa.
C. Pengukuran Perilaku dan Batinan
Sebagai ilmu pengetahuan, psikolgi banyak menggunakan metode pengukuran sampel perilaku yang di bakukan. Yang menjadi sumbangan konkret psikologi dalam membantu pengambilan keputusan, baik untuk bidang industry, klinis, organisasi, pendidikan, perkembangan, maupun social adalah apa yang disebut psychological assessment, yang di terjemahkan menjadi pengiraan psikologi. Istilah pengiraan disini digunakan karena sebuah assessment meliputi kegiatan mengukur, menilai, mengira-ngira, dan memprakirakan perilaku yang akan diperlihatkan seseorang individu pada situasi tertentu.
Hasil pengkuran bukan merupakan hal yang pasti dan tepat seperti kalau kita mnegukur tubuh kita. Suatu angka yang di perolah dari pengukuran psikologis pada seseorang akan terdiri atas angka murni dan kesalahan karena cara pengukuran yang dipilih. Untuk itu, perlu pembakuan norma yang di kembangkan bagi populasi tertentu, misalnya untuk orang awam, remaja, anak-anak, serta populasi tertentu seperti polisi, sekretaris, manajer.
Pengiraan dapat di maknai sebagai sebuah proses yang meliputi pengunaan berbagai metode dan prosedur. Bila pengiraan diguanakan secara mikro untuk peroranagan saja, kisaran hasil pengukuran dapat dimasukkan kedalam tipologi perorangan. Ahli yang sangat senior dalam psikolgi klinis adalah Sundberg (1977); dalam buku klasiknya Asessment of person, ia menulis bahwa pengiraan merupakan proses pengembangan citra, pembuatan keputusan dan pengujian hipotesis perilaku seseorang dalam dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Walsh dan Betz (1995) memberi definisi lain lagi. Menurut kedua orang ini pengiraan psikologi adalah proses suatu proses memahami dan memabantu orang mengatasi masalah. Banyak orang melihat pengiraan psikologis identik dengan psikotes semata. Sebenarnya, selain psikotes, metode-metode lain seperti observasi, wawancara, dan skala perilaku, dapat digunakan untuk mengira keadaan atau status psikologis seseorang.
D. Kriteria Pengira
Allport menyebutkan beberapa karakteristik yang menunjukkan bahwa seseorang merupakan hakim yang baik dalam menetukan kepribadian orang lain. Krakteristik tersebut antara lain:
a) Berpengalaman
Seseorang yang berpengalaman tentu saja berbeda dengan orang yang sama sekali belum berepengalaman. Seseorang mahasiswa tentu akan lain dengan seorang psikologi klinis yang telah berpengalaman lebih dari10 tahu. Hanya saja, di Indonesia, seseorang yang menganggap psikolog klinis tapi sebenarnya belum mendapat pelatihan tambahan entah itu dengan mengambil S2 psikologi klinis atau pelatihan lainnya belum tentu dapat menghasilkan pengiraan yang lebih akurat daripada seseorang mahasiswa yang memiliki supervisor terampil.
b) Kecerdasan
Seseorang yang cerdas akan lebih mudah memahami apa yang di alami orang lain. Ia bisa menarik kesimpulan dari data yang diperolehnya. banyangkan bila seorang psikolog klinis mempunyai kecerdasan rendah. Tiap kali dia akan mengulangi pertanyaan yang sama tanpa mampu menggunakan jawaban klien untuk pertanyaan selanjutnya. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan pada klien apakah psikolog tersebut mampu menangani kasusnya. Bahkan seorang psikolog klinis perlu menggunakan bahasa yang sama dengan kliennya. Apabila dia tidak bisa menguasai bahasa yang digunakan kliennya, maka klien akan merasa tidak dimengerti dan berhenti meminta jasa psikolog klinis tersebut.
c) Memiliki Kompleksitas Kognitif
Kompleksitas kognitif seorang psikolog klinis juga akan memudahkannya memahami orang yang sedang bermasalah. Seseorang yang memiliki kompleksitas kognitif dapat melihat berbagai nuansa kehidupan seseorang yang tidak hanya hitam dan putih. Bagi seseorang yang berpikiran sederhana, akan tersa sangat sulit memahami pikiran dan tindakan seorang pembunuh. seorang psikopat atau seseorang yang mengalami depresi berat dan akan bunuh diri padahal segalanya tersedia di hidupnya.
d) Insight Diri yang Tinggi dan Tepat
Seseorang dengan pemahaman diri yang tepat juga akan dapat lebih mengerti orang lain. Tanpa pemahaman yang tepat, ia akan mencampur-adukkan apa yang dialaminya dengan pengalaman kliennya. Ia kurang dapat mengambil jarak yang sesuai. Pemahaman diri yang tepat akan membimbingnya pada penilain yang tepat pula.
e) Keterampilan Social dan Penyesuaian
Seseorang yang mempunyai keterampilan social yang tinggi, kepimimpinan yang baik, popularitas, keterbukaan, pengambilan keputusan cepat dan tepat, kestabilan emosi dan neurotisme yang terkelola baik merupakan seorang penilai yang baik pula. Keterampilan social memang penting terutama agar psikolog klinis mampu menempatkan diri secara “empan papan” artinya, dia tahu cara berhubungan dengan orang lain secara tepat di tempat yang tepat pula. Keterampilan social yang tinggi dalam arti pandai menempatkan diri di berbagai forum merupakan karakteristik yang patut dipunyai oleh seorang psikolog klinis.
Kemampuan menyesuaikan diri juga merupakan karakteristik yang sangat penting yang dimiliki oleh psikolog klinis. Pada intinya seseorang yang memilih profesi psikologi klinis dalam hidupnya perlu punya sikap klinis, yaitu kebersediaan untuk menolong dirinya sendiri dan orang lain. Ia perlu mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang pas dalam kehidupan pribadi dan profesinya.
f) Penarikan Diri
Kemampuan menarik diri subjek yang di hadapi juga merupakan modal untuk menjadi penilai yang mumpuni. Seseorang yang mampu bersikap objektif dan mampu melihat sisi-sisi gelap orong lain dapat menjadi penilai objektif pula. Orang yang melihat semua orang sebagai orang baik tanpa kesalahan berarti, dan kurang mampu melihat sisi jelek, tidak akan menjadi penilai yang tepat. Psikologi klinis yang terlalu lugu bukanlah ciri seorang penilai layak dan handal.
g) Sikap Estetik
Selain semua itu, seorang pengira perlu mempunyai sikap estetis, alias berpegang pada kode etik dalam menjalankan profesinya. Tindakan estetis dan etis akan membimbing psikolog klinis untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan klien, bukan kebutuhannya sendiri. Seorang psikolog memaksakan kebutuhannya dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Misalnya, seorang psikolog klinis dalam mengajar psikoterapi memaksakan bahwa mahasiswanya harus menangis, padahal mahasiswa tersebut belum siap untuk mengungkapkan dirinyalebih mendalam. Atau, seorang psikolog klinis memeberikan evaluasi bagus pada calon pegawai yang kebetulan keponakannya supaya dia lolos seleksi.
h) Intraseptivitas (Melihat Berbagai Dimensi)
Orang dengan intraseptivitas tinggi akan mampu mengerti kompelksivitas kognitif dan afektif yang sedang dialami oleh individu lain. Ia mampu melihat berbagai dimensi dari persoalan seseorang. Kenyataan bahwa beban hidup seseorang dianggap berat oleh yang mengalaminya tidak boleh disepelekan oleh psikolog klinis, meskipun dari sudut pandangnya persoalan tersebut sangat enteng. Misalnya, seseorang meras sangat kecewa karena merasa ditolak hanya ketika sahabatnya menghindar saat mau di cium pipinya. Dia merasa di tolak eksistensinya tanpa mau mengerti apa yang sedang dialaminya oleh sahabatnya itu. Perkara sepele tampaknya. Tapi bagi yang mengalaminya, penolakan seperti itu menjadi beban yang berat sehubungan dengan penolakan terhadap eksistensinya. Psikolog yang intraseptivitasnya rendah, akan menganggap sepele persoalan eksistensi manusia yang sebetulnya menjadi sumber dari segala persoalan dalam hidup kliennya. Psikolog klinis tersebut gagal mengenali persoalan lebih mendalam yang sedang dialami oleh klienya.
Memahami batinan manusia itu memang tidak mudah. Dibutuhkan kepekaan dalam mengartikan perilaku yang nampak. Berbagai alat pengukuran yang telah di kembangkan. Mengartikan hasil pengukuran tersebut juga perlu hati-hati.
E. Tahap-Tahap Pengiraan Mikro.
Pengiraan psikologis adalah suatu peoses yang dikenakan pada tingkatan organismik atau pada perorangan, sehingga ada tahap-tahap yang perlu dilalui. Talent (1992) mengatakan bahwa proses pengiraan merupakan interaksi ganda dan kompleks. Tugas pengira adalah menyampaikan penjelasan pada mereka yang memberi dan menggunakan informasi. Pengguna jasa psikologis, yang akan memberi dan menerima informasi tentang individu antara lain kelayan sendiri, orang tua kelayan, guru, dokter penyakit dalam, psikiater, pekerja sosial, perusahaan, organisasi di mana individu bekerja, pengadilan, dan banyak lagi pihak yang membutuhkan jasa psikologi klinis.
Menurut Tallent (1992), pengiraan terkait dengan empat bidang informasi:
a. Alasan untuk pengiraan
b. Data kasar
c. Kerangka acuan
d. Interpretasi, konseptualisasi kasus, dan laporan psikologis.
Hampir sama dengan Tallent, Shea (1985) menulis bahwa prosedur pengiraan meliputi:
a. Evaluasi pertanyaan rujukan
b. Seleksi prosedur pengiraan
c. Penskoran tes
d. Interpretasi hasil
e. Komunikasi hasil
Walsh & Betz (1995) membagi proses pengiraan menjadi empat bagian yang pertama adalah pemberian batasan masalah. Bagian kedua adalah pengumoulan informasi yang bermakna. Bagian ketiga adalah upaya mengorganisasi, mengartikan dan memahami informasi orang lingkungan dalam perpektif teoritis. Bagian terakhir adalah pengatasan masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan.
Drummond (1995) mengemukakan sebuah model pembuatan keputusan dalam proses pengiraan yang terdiri atas tiga langkah. Dapat dilihat di sini bahwa model ini tidak jauh berbeda dari tahap-tahap proses pengiraan psikologis yang dikemukakan oleh ahli yang dikutip sebelumnya. Akan tetapi, ada baiknya apa yang telah dikutip tersebut dapat dibandingkan satu dengan lainnya.
Yang pertama model pembuatan keputusan Drummond meliputi:
1. Mengkhususkan penilaian dan keputusan yang akan diambil
2. Menguraikan informasi yang dibutuhkan
3. Menentukan lokasi dimana informasi tersebut tersedia, seperti dalam dokumen atau catatan
4. Menentukan informasi apa saja yang dibutuhkan, serta kapan dan bagaimana informasi itu didapat.
5. Memilih instrument untuk mengumpulkan data dan tes yang akan digunakan.
Langkah kedua adalah pengumpulan data, yang meliputi:
1. Memperoleh informasi yang dibutuhkan melalui tes, observasi dan metode lain yang tepat.
2. Pencatatan, analisis, dan interprestasi informasi.
Langkah ketiga adalah evaluasi, yang meliputi:
1. Membuat hipotesis
2. Membuat keputusan atau penilaian
3. Melaporkan keputusan dan penilaian
Terlihat dari kutipan-kutipan tersebut bahwa sebenarnya masing-masing tahap dalam proses pengiraan itu saling terkait. Tahap-tahap tersebut adalah kerangka konseptual untuk mendekati kasus yang dirujuk atau yang sedang ditangani psikolog. Hal pertama yang harus dilakukan psikolog adalah klarifikasi masalah. Ini sangat penting karena rujukan dari ahli lain sering tidak menjelaskan dengan gambling permasalahan yang diajukan. Karena itu psikolog perlu memahami istilah yang digunakan, model konseptual, dan apa saja kebutuhan perujuk. Supaya beban tidak hanya ada pada psikolog, maka ia perlu menyebarluaskana jasanya.
Selain itu, psikolog juga perlu kelebihan dan kelemahan tes yang akan digunakannya, termasuk tentang validitas, reliabilitas, norma yang sebaiknya digunakan, serta tata cara administrasinya. Umur, suku, latar belakang pendidikan, motivasi untuk mengerjakan tes, kemungkinan munculnya penolakan, lingkungan sosial, dan hubungan antarpribadi kelayan juga perlu dipertimbangkan. Setelah semua data terkumpul dibutuhkan, langkah selanjutnya adalah interprestasi data. Hasil akhir suatu penilaian dalam pengiraan adalah deskripsi mengenai status fungsi kelayan saat ini.
Selain itu, psikolog klinis sebaiknya menilai kelayan dari perspektif system atau dengan kata lain, melakukan penilaian berdasar pola interaksi, pengaruh timbal balik, dan hubungan kelayan dengan orang lain. Jadi, seharusnya psikolog tidak hanya membuat evaluasi dengan memberi label semata. Penilaian berdasarkan pengiraan terpadu merupakan penyajian akurat mengenai seorang kelayan berdasarkan pengertian yang mendalam mengenainya.
F. Laporan Rujukan
Laporan psikologis adalah hasil akhir seluruh pengiraan mengenai seseorang individu, sintesis seluruh data yang diperoleh dari individu tersebut. Dalam menyusun laporan, psikolog tidak hanya menyajikan hasil tes wawancara namun membuatnya menjadi satu kesatuan yang terintergrasi secara fungsional. Dengan demikian informasi yang disajikan dapat dipakai untuk pengambilan keputusan individu. Pedoman laporan psikologis antara lain meliputi:
1. Tujuan pengiraan
2. Prosedur penilaian
3. Latar belakang individu
4. Evaluasi
5. Rekomendasi
Tujuan pengiraan adalah hal yang ingin dicapai melalui penilaian psikologis. Untuk bidang bidang klinis tujuan ini dapat beruapa pertanyaan rujukan dari ahli lain seperti psikiater, pekerja sosial, guru atau dosen. Rujukan dari psikiater, misalnya dapat berupa permintaan penilaian psikologis untuk mendukung diagnosis yang telah ditegakkan oleh dokter.
Prosedur penilaian dalam pengiraan terdiri atas daftar pengumpulan data yang digunakan, antara lain observasi dan wawancara yang dilakukan, serta kapan prosedur tersebut dijalankan. Latar belakang individu dapat berupa riwayat hidup yang terdiri dari latar belakang keluarga, pendidikan, kehidupan sosial, ataupun penyusian diri sebelumnya. Untuk penilaian klinis, latar belakang ini sangat penting untuk mengetahui sebab awal munculnya gangguan. Untuk seleksi personalia, latar belakang ini dapat diuraikan secara singkat.
Hasil tes adalah skor tes yang diperoleh individu. Untuk laporan yang ditujukan kepada profesi lain, hasil tesnya sebaiknya dikemukakan secara lengkap. Evaluasi dapat berupa kesimpulan hasil tes dan hasil wawancara maupun observasi. Evaluasi merupakan inti laporan psikologis. Untuk tujuan klinis, kesan dan interpretasi meliputi kemampuan intelektual kelayen, tingkat psikopatologi, ketergantungan, seksualitas, hubungan antarpribadi, diagnosis dan prediksi perilakuan. Evaluasi dibidang seleksi personalia atau promosi disesuaikan dengan tujuan penilaian.
Tujuan praktis penyusunan laporan adalah untuk rekomendasi. Rekomendasi seharusnya dikemukakan secara jelas, praktis dan dapat diterapkan dan sesuai dengan tujuan umum laporan. Untuk tujuan laporan klinis, rekomendasi harus dikemukakan secara spesifik sesuai dengan masalah kelayen. Untuk seleksi personalia atau promosi rekomendasi dapat berupa pernyataan tentang apakah seseorang individu dapat disarankan, dipertimbangkan ataupun tidak disarankan untuk jabatan tertentu.
Untuk mendeskripsikan kasus secara akurat dan mendalam, psikolog perlu membuat penarikan kesimpulan dari data yang terkumpul. Meskipun data yang diperoleh bersifat objektif, untuk mendukung hipotesis yang dikemukakan seorang psikolog perlu memiliki keterampilan yang diperoleh dari pengalaman dan pelatihan yang memadai.
Format Laporan Kasus Klinis
1. Identitas: nama kelayen, alamat, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, identitas orang tua.
2. Tanggal dan prosedur pengumpulan data: kapan wawancara baik dengan kelayen maupun orang penting dalam hidup kelayen, serta kapan dan apa saja tes psikologi yang diberikan.
3. Masalah yang dihadapi: masalah yang saat ini dihadapi kelayen, termasuk peristiwa yang mendahuluinya.
4. Latar belakang masalah: keadaan keluarga, lingkungan masyarakat asal kelayen, pendidikan dalam keluarga dan pendidikan formal, pekerjaan yang pernah dilakukan, hubungan sosial, penyesuaian diri sebelumnya, masalah yang pernah dihadapi sebelumnya sampai masalah yang dihadapi saat ini dan kelebihan kelayen.
5. Observasi tingkah laku, penampilan dan lingkungan asal: hasil observasi mengenai ketiga aspek.
6. Hasil pengumpulan data: rangkuman semua yang diperoleh, termasuk hasil wawancara, observasi dan tes psikologis.
7. Diagnosis: keterangan tentang diagnosis dengan axis PPDGJ.
8. Prognosis: sangat baik, baik, sedang, kurang, atau jelek.
9. Evaluasi kasus: uraian kasus yang dihadapi dari perspektif teori tertentu yang diperkuat dengan data yang diperoleh.
10. Terapi yang direkomendasikan: berdasarkan teori untuk kasus tersebut diuraikan terapi apa yang harus direkomendasikan dan prosedur prosedur pelaksanaannya.
G. Pengiraan Mikro ke Makro
Kerumitan manusia sebagai perorangan disebabkan oleh pengaruh bermiliar factor yang ada di dalam ataupun luar tubuhnya. Ciptaan manusia tampaknya akan lebih dapat dikelola dan diubah. System di luar manusia, yang juga merupakan ciptaan manusia, berupa keluarga, kelompok, organisasi, masyarakat, dan jejaring sosial. Dari sini dapat dilihat bahwa psikolog dapat memberikan pelayanan yang lebih makro, yaitu pada tingkatan kelompok, masyarakat, organisasi, dan global. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaan Peterson dan Fishman (1987) bahwa pengiraan psikologis tidak hanya dapat diterapkan untuk perorangan, tapi juga untuk komunitas.
Meskipun menggunakan prosedur yang kemungkinan besar sama, untuk system yang lebih makro cara pengukurannya berbeda. Karena unit analisisnya di luar individu, maka pengukuran juga melalui kelompok, organisasi, masyarakat, ataupun jaringan kawasan ataupun internasional. Untuk ini psikotes tidak akan digunakan, meskipun dapat diubah sesuai dengan keperluan kelompok. Misalnya, seiring perkembangan multimedia dalam presentasi, tes Rorschach dapat ditanyakan melalui alat pembesar LCD sehingga seluruh kelas dapat melihat dan memberikan tanggapan terhadap tiap kartu. Trntu saja, cara pemberian nilai akan berbeda bila psikotes akan digunakan secara kelompok. Administrasi tes juga akan banyak perubahannya, disesuaikan dengan tujuan pengetesan.
Wawancara, pengamatan, laporan orang lain, diskusi kelompok, analisis jaringan merupakan contoh penggunaan pengiraan untuk unit analisis bagi ciptaan manusia diluar perorangan. Tentu saja, siapapun subjeknya, penarikan kesimpulan tersebut didasarkan pada pengamatan yang valid dan terandal. Selain itu, analisis juga mengikuti prosedur pelaksanaan dan pengujian hipotesis yang cermat. Pengajian ulang atas kesimpulan yang diambil dengan penuh penalaran tersebut diuraikan dengan bahasa yang baik dan benar.
Daftar Pustaka
Prawitasari Hadiyono. E.J. (2002). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro & Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga
0 Comments