Resume Mengenai Pengaruh Televisi Terhadap Agresi dan Perilaku Prososial Pada Anak

A. Permainan

    Sejumlah interaksi teman sebaya ekstensif selama masa kanak-kanak melibatkan permainan, namun permainan social hanyalah satu jenis permainan. Permainan adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan dengan  terlibat didalamnya, ketika fungsi serta bentuknya bervariasi.
Fungsi Permainan
Permainan sangat penting bagi kesehatan anak-anak. Para teoritikus telah berfokus pada aspek-aspek berbeda dari permainan dan menyoroti daftar fungsi permainan yang panjang (Coplan & Arbeau, 2009).
Menurut Freud dan Erikson, permainan membantu anak mengatasi kecemasan dan konflik. Karena ketegangan reda dalam permainan, anak-anak dapat mengatassi masalah-masalah kehidupan. Permainan memungkinkan anak-anak  membuang kelebihan energi dan melepaskan ketegangan yang tersimpan. Para terapis menggunakan terapi permainan untuk membuang frstasi dan untuk menganalisis konflik anak serta  cara-cara untuk mengatasinya (Machiodi, 2008; Sanders,2008). Anak-anak merasa tidak terancam dan lebih cenderung untuk mengekspresikan perasaan mereka yang sebenarnya dalam konteks permainan.
Permainan juga memainkan konteks paling penting bagi perrkembangan kognitif (COplan & Arbeau, 2009). Piaget (1962) menyatakna bahwa permainan memajukan perkembangan kognitif anak-anak. Pada saat yang sama, ia mengatakan bahwa perkembangan anak-anak memabatasi cara mereka bermain. Permainan memungkinkan anak-anak untuk mempraktikkan kompetensi dan keterampilan yang diperoleh dengan cara yang santai dan  menyenangkan. Piaget beranggapan bahwa struktur kognitif perlu dilatih, dan permainan menyediakan tempat yang sempurna untuk latihan itu.
Vygotsky (1962) juga menganggap permainan merupakan sebuah latar yang unggul bagi perkembangan kognitif. Secara khusus, ia tertarik dalam aspek symbol dankhayalan dalam permainan, seperti ketika seorang anak menggantikan seuah pecut kuda dan menunggangi pecut tersebut seakan-akan pecut ini adalah kuda. Orangtua harus mendorong permainan imajiner semacam itu karena memajukan kognitif anak, terutama pemikiran kreatif.
Danial Berlyne (1960) menggambarkan permainan sebagai sesuatu yang menarik dan menyenangkan karena memuaskan dorongan eksplorasi kita. Dorongan tersebut melibatkan rasa ingin tahu dan keinginan akan informasi tentang suatu yang baru da tidak biasa. Permainan mendorong perilaku eksplorassi dengan enawarkan pada anak-anak kemungkinan pembaruan, kompleksitas, keidakpastian, kejutan, dan keanehan.
Lebih lagi baru-baru ini, permainan ini telah digambarkan sebagai konteks yang penting bagi perkembangan bahsa  dan ketrampilan komunikasi (Coplan & Arbeau, 2009). Bahasa dan keterampiilan komunkasi dapat ditingkatkan melalui diskusi dan negosiasi mengenai peran dan aturan dalam permainan saat anak-anak mempraktikkan berbagai kata dan frasa. Jenis interaksi sosial tersebut selama permainan berguna bagi keterampilan membaca dan menulis pada anak-anak (Coplan & Arbeau, 2009).

Jenis Permainan

Perspektif kontemporer permainan menekankan pada aspek kognitif dan permainan sosial (Sumaroka & Bornstein, 2008). Di antara jenis permainan anak-anak yang paling  banyak dipelajari saat ini adalah permainan sensoris-motorik dan permainan praktis, permainan pura-pura/simbolis, permainan sosial, permainan konstruktif, serta games (Bergen, 1988).
1) Permainan Sensoris-motorik
Permainan sensoris-motorik (sensorimotor play) adalah perilaku bayi untuk mendapatkan kesenangan dari melatih skema sensoris-motorik mereka. Perkembangan permainan sensoris-motorik mengikuti gambaran pemikiran sensoris-motorik Piaget. Bayi awalnya terlibat dalam eksplorasi dan permainan visual serta transaksi motorik pada kuartal kedua pada tahun pertama kehidupan. Sebagai contoh pada usia 9 bulan, bayi mulai memilih objek baru untuk eksplorasi dan permainan, terutama objek yang rsponsi, seperti mainan yang mengeluarkan suara dan memantul. Pada usia 12 tahun, bayi menikmati membuat berfungsi dan mengeksplorasi sebab-akibat.

2) Permainan Praktis
Permainan praktis (practice play) melibatan pengulangan perilaku ketika keterampilan baru  dipelajari  atau ketika penguasaan fisik atau mental dan koordinasi keterampilan diperlukan untuk permainan atau olahraga. Permainan sensoris-motorik yang sering melibatkan permainan praktis, terutama terbatas pada masa bayi, sedangkann perrmainan  praktis dapat dilakukan sepanjang hidup.
Selama tahun-tahun prasekolah, anak-anak sering terlibat  dalam prmainan praktis. MEskipun permainan praktis menurun di tahun-tahun awal sekolah dasar, aktivitas permaina praktis seperti lari, melompat, meluncur memutar, dan melempar bola atau benda lain sering diamati di taman bermain dan di sekolah dasar.

3) Permainan Pura-pura/Simbolis
Permainan Pura-pura/Simbolis (pretense/symbolic play) terjadi ketika anak-anak mengubah lingkungan fisik ke dalam symbol.Pada usia antara 9dan 30 bulan, anak-anak meningkatkan penggunaan objek dalam permainan simbolis. Mereka belajar untuk mengubah objjek dan menggantikannya dengan objek lain, dan memperlakukannya seolah-olah objek ini adalah objek lainnya tersebut (Kavanaugh, 2006).Sebagai contoh, seorang anak prasekolah memperlakukan sebuah meja seolah-olah sebuah mobil sambil berkata “Aku sedang memperbaiki mobil”, saat ia menggenggam kaki meja.
Banyak ahli menganggap tahun-tahun prasekolah sebagia “tahun emas” permainan simbolis/pura-pura yang dramatis dan bersifat sosio-dramatis (Fein, 1986). Jenis permainan khayalan sering mucul pada usia sekitar 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia 4-5 tahun, kemudian meurun secara bertahap. Bebrapa psiklog anak menyimpulkan bahwa permainan pura-pura merupakan aspek penting perkembangan anak dan  sering mencerminkan kemajuan dalam perkembangan kognitif mereka, terutama sebagai indikasi pemahaman simbolis. Sebagi contoh Catherine Garvey dan Angeline Lilleard (2006)menekankan bahwa narasi permainan pura-pura yang tersembunyi dalam anak merupakan kemampuan luar biasa untuk mengambil peran, menyeimbangkan peran social, metokognisi (berpikir tentang berpikir), menguji perbedaan  realitas-pura-pura, dan banyak kapasitas nonegosentris yang menyningkapkan keterampilan kognitif luar biasa anak. Dalam sebuah analisa terkini, perkemabnagn kemampuan anak untuk berbagib permainan pura-pura dengan teman sebaya diusulkan sebagai suatu prestasi besar pada masa kanak-kanak awal (Coplan & Arbeau, 2009).

4) Permainan Sosial
Permainan social (social play) adalah permainan yang melibatkan interaksi dengan teman sebaya. Permaianan social meningkat secara dramatis pada masa prasekolah. Bagi banyak anak permainan social adalah konteks utama untuk interaksi social dengan teman sebaya (Coplan & Arbeau, 2009). Mildred Parten (1932) mengembbangkan sebuah klasifikasi rumit permainan anak-anak. Berdasarkan pengamatan anak-anak dalam permainan bebas di sekolah pra-taman kanak-kanak, Parten mengusulkan jenis permainan berikuut.
Permainan kosong bukanlah permainan sebagaimana yang biasanya dipahami. Anak-anak dapat berdiri di satu tempat atau melakukan gerakan-gerakan acak yang tampaknya tidak memliki tujuan. 
Permainan soliter terjadi ketika anak-anak bermain sendirian dan terpisah dari orang lain. Anak  tampak sibuk dengan aktivitasnya dan tidak peduli dengan hal-hal lain yang terjadi. Anak berusia 2 dan 3 tahun lebih sering terlibat dalam permainan soliter.
Permainan pemerhati terjadi ketika seorang anak mengamati anak-anak lain bermain. Anak tersebut mungkin berbicara dengan anak-anak lain dan bertanya, tetapi tidak masuk ke dalam perilaku bermain mereka. Minat aktif anak dalam permainan anak-anak lain membedakna permainan pemerhati dari permainan kosong.
Permainan parallel terjadi ketika anak-anak bermain secara terpisah dari orang lain, tetapi dengan mainan sperti yang digunakan orang lain atau dengan mimic permaianna mereka. Semakin tua anak, semakin sering merek a terlibat dalam jenis permainan ini. Namun, anak-anak prasekolah juga cukup sering terlibat dalam permainan parallel.
Permainan asosiatif melibatkan interaksi social dengan sedikit atau tanpa organisasi. Dalam jenis permainan ini, anak-anak tampak lebih tertarik satu sama lain dibandingkan tugas yang mereka tampilkan. Meminjam atau meminjamkan mainan dan mengikuti atau memimpin satu sama lainadalah contoh-contoh permainan asosiatif.
Permainan kooperatif terdiri dari interaksi sosial dalam kelompok dengan rasa identitas kelompok dan aktivitas yang diorganisasikan. Permainan formal anak-anak, kompetisi bertujuan untuk menan, dan kelompok-kelompok yang dibentuk oleh seorang guru untuk melakukan seusatu bersama-sama adalah contoh-contoh permainan kooperatif. Permainan kooperatif merupakan prototype untuk permaianan massa kanak-kanak menengah. Permaianan kooperatif kecil tampak pada tahun-tahun prasekolah.

5) Permaianan Konstruktif
Permainan konstruktif (constructive play) menggabungkan permainan sensoris-motorik /permainan praktis dengan representasi simbolis. Permainan konstruktif terjadi ketika anak-anak terlibat dengan pengaturan sendiri penciptaan sebuah produk atau solusi. Permainan konstruktif meningkat pada tahun-tahun prasekolah, seiring dengan peningkatan permainan simbolis dan penurunan permainan sensoris-motorik. Permainan konstruktif juga merupakan permaian yang sering ada pada tahun-tahun awal sekolah dasar, baik di dalam maupun di luar kelas.

6) Games
Games merupakan aktifvitas-aktivitas yang dilakukan untuk kesenangan dan memiliki aturan-aturan. Sering kali games melibatkan kompetisi. Anak-anak prasekolah dapat mulai berpartisipasi dalam permainan sosial yang melibatkan aturan sederhana timbale-balik dan bergiliran. Namun, games mengambil peran yang lebih kuat dlam kehidupan anak-anak sekolah dsar. SEtelahh usia 12 tahun, taman bermain dan permainan-permainan lingkungan menurun popularitasnya (Bergen, 1988).


B. Televisi
Beberapa perkembangan dalam masyarakat paruh abad keduapuluh memiliki dampak yang lebih besar pada anak-anak dibandingkan televise (Bickham, 2009; Roberts, Henricksen, &Foehr, 2009). Meskipun etlevisi hanyalah satu dari banyak jenis media massa yang mempengaruhi perilaku anak-anak, televisi adalah yang paling berpengaruh. Kemampuan persuasive televise sangat mengagumkan (Scharrer & Demers, 2009).
Banyak anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di depan televise dibandingkan menghabiskan waktu bersama orangtua mereka. Televisi dpaata memiliki efek negative pada anak-anak dengan membuat mereka menjadi pembelajar pasif, mengalihkan meraka dari membuat pr, mengajari mereka stereotip, memberikan pada mereka model agresi kekerasan dan menyajikan kepada mereka pandangan yang tidak realistis tentang dunia (Dubow, Huessmann,  Greenwood, 2007; Murray, 2007).
Namun televise juga memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan anak, program pendidikan untuk memotivasi, meningkatkan informasi mereka mengenai dunia di luar lingkungan meeka dan memberikan model prilaku prososial (Wilson, 2008).

Pengaruh Televisi Terhadap Agresi Anak
Sejauh mana anak-anak yang terimbas kekerasan dan agresi di televisi telah menimbulkan keprihatinan khusus (Roberts, Henriksen, & Foehr, 2009). Dalam sebuah percobaan, anak-anak prasekolah secara acak dimasukkan ke dalam satu dari dua kelompok: satu kelompok menonton acara televise yang diambil langsung dari kekerasan kartun Sabtu pagi selama 11 hari, kelompok kedua menonton acara kartun televise dengan semua kekerasan dihapuus (Steur, Applefield, & Smith, 1971). Anak-anak kemudian diamati selama permainan di prasekolah mereka. Anak-anak prasekolah yang telah menonton kartun televise dengan kekerasan lebih sering menendang, mencekik, dan mendorong teman-teman mereka daripada anak-anak prasekolah yang menonton acara kartun televise tanpa kekerasan. Karena anak-anak secara acak dimasukkan dalma dua kondisi kita dapat menyimpulkan bahwa pparan terhadap kekerasan pada televise menyebabkan peningkatan agresi pada anak-anak dalam studi mereka.
Selain kekerasan di televisi, ada peningkatan perhatian tentang anak-anak yang bermain video game kekerasan, terutama yang sangat realistis (Escobar-Chaves, & Anderson, 2008). Studi yang bersifat korelasi mengindikasikan bahwa anak-anak yang secara ekstensif bermain game elektronik kekerasan lebih agresif daripada teman sebaya mereka yang lebih sedikit menghabiskan waktu memainkan permainan atau tidak bermain sama sekali (Cohen, 1995).

Pengaruh Televisi Terhadap Perllaku Prososial Anak
Televisi juga dapat mengajari anak-anak bahwa lebih baik untuk berperilaku secara positif dan prososial daripada secara negatf dan antisosial (Bryant, 2007). Dalam penelitian sebelumnya, Aimee Leifer (1973) memilih episode-episode dari tayangan televise Sesame Street yang telah mencerminkan pertukaran sosial yang positif, ketika anak-anak diajarkan bagaiman amenggunakan keterampilan sosial mereka. Sebagai contoh, dalam sebuah pertukaran, dua orang bertengkar atas jumlah ruangan yang tersedia bagi mereka, mereka secara bertahap mulai bekerja sama dan berbagi ruangan. Anak-anak yang menonton episode tersebut meniru perilaku ini, dan dalam situasi sosial, mereka kemudian menerapkan pembelajaran prososial yang telah mereka pelajari. 
Televisi, Perkembangan Kognitif, dan Prestasi
Secara umum, televisi belum memperlihatkan mempengaruhi kreativitas anak-anak, namun secara negative terkait dengan kemampuan mental mereka (Comstock & Scharrer, 2006). Menonton televise  juga berkaitan dengan penurunan prestasi sekolah Comstock & Scharrer, 2006). Namu, bebrapa jenis tayangan televise seperti program-program pendidikan untuk anak dapat meningkatkan prestasi. 

Post a Comment

0 Comments