Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Mengenai Perencanaan Petak Tebang

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam hayati yang memiliki potensi sangat besar bagi kehidupan manusia. Salah satu sumber daya yang banyak dimanfaatkan adalah kayu, untuk mengubahnya bernilai ekonomi diperlukan kegiatan mengeluarkan kayu dari hutan yang disebut dengan pemanenan kayu. Pemanfaatan kayu di Indonesia sampai saat ini dapat dikatakan kurang efisien karena jumlah kayu yang dimanfaatkan pada umumnya masih rendah dibandingkan dengan volume kayu yang ditebang. Limbah pemanenan kayu besar kaitannya dengan faktor eksploitasi. Makin besar limbah eksploitasi yang terjadi berarti faktor eksploitasi semakin kecil. Informasi mengenai besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenankayu secra mekanis diperlukan untuk emmbantu perusahaan dalam perencanaan target produksi dan juga memberikan kemudahan bagi departemen kehutanan dalam melakukan pengawasan (Purwowidodo, 1999).  
Pemanenan kayu dilakukan dalam petak-petak tebang yang merupakan unit terkecil dalam blok tebangan tahunan. Tiap petak tebang biasanya dilayani oleh satu tempat pengumpulan kayu sementara (TPn). Untuk itu sebelum dilakukan kegiatan pemanenan kayu perlu membagi blok tebangan ke dalam petak-petak tebang yang merupakan bagian dari perencanaan pemanenan kayu. Sebelum dilakukan pemanenan pada blok tebangan, maka areal tersebut terlebih dahulu dibagi ke dalam petak petak tebang, yaitu suatu unit terkecil dalam blok tebangan tahunan, di mana seluruh kegiatan pemanenan kayu akan dilakukan. Kegiatan pemanenan kayu meliputi : 1. Penebangan; 2. Penyaradan; 3. Muat-bongkar; dan 4. Pengangkutan (Parmuladi dalam Suhartana dkk., 2012).
Pembuatan petak tebang merupakan salah satu usaha pengelolaan yang lestari, bahwa pemanfaatan jenis tanaman dan satwa harus diperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Di dalam penentuan luas petak tebang, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan teknis. Yang dimaksud dengan pendekatan teknis adalah menentukan luas petak tebang berdasarkan jangkauan terjauh (jarak sarad). Alat penyarad sesuai keterbatasan atau kemampuan teknis alat – alat yang digunakan. Sistem peyaradan yang digunakan adalah sistem traktor dimana alat yang digunakan adalah traktor (Sagala, 1994).
Kegiatan pemanenan kayu menyebabkan meningkatnya keterbukaan lahan. Besarnya keterbukaan lahan akibat kegiatan ini antara lain dipengaruhi oleh sistem pemanenan, intensitas pemanenan, perencanaan petak tebang, perencanaan penyaradan dan kemiringan lapangan. Sistem pemanenan yang dilakukan berpengaruh terhadap besarnya keterbukaan lahan dan gangguan yang berada pada tanah (Elias, 1997).
Kemudian yang harus dilakukan dalam suatu areal tersebut terlebih dahulu dibagi ke dalam petak–petak tebang, yaitu suatu unit terkecil dalam blok tahunan, dimana seluruh kegiatan pemanenan kayu akan dilakukan. Kegiatan pemanenan kayu meliputi: Penebangan, penyaradan, pengumpulan, pembagian batang, dan pemuatan kayu. Secara mudah dan sederhana bahwa petak tebang adalah suatu areal yang dilayani oleh satu TPn, dimana di dalam ini dilakukan pemanenan kayu. Oleh karena itu daerah yang aman untuk dilakukan pemanenan yang produktif atau efektif dilakukan kegiatan kehutanan, misalnya penggunaan sistem. Sistem mekanis dengan traktor sebagai alat dengan sistem silvikultur TPTI (Parmuladi, 1995).
Petak digunakan untuk memonitor luas lahan dan kondisi vegetasi. Pada tebang rumpang ini tidak diperlukan inventarisasi pohon sebelum dan sesudah penebangan, tidak dilakukan penanaman perkayaan, tidak penunjukan pohon inti, tidak ada penanaman tanah kosong dan tidak ada petak ukur permanenan (PUP). Biaya pembinaan areal tegakan tebangan tebang rumpang kecil (Subagio, 2003).
Desain petak menempatkan batas petak, luas dan bentuk petak. Unit pengelolaan di bagi ke dalam petak pemanenan dengan menggunakan sungai dan jalan sebagai batas petak. Di dalam unit pengelolaan hutan produksi areal HPH terdapat lima tingkat desain. Tingkat desain lapangan yang akan dibuat yaitu : desain tingkat tegakan, desain tingkat jalan sarad, desain tingkat hurid, desain tingkat petak, dan desain tingkat pengelola (Suparto, 1999).
Petak tebang adalah suatu areal yang dilayani oleh satu tempat pengumpulan kayu sementara (TPn), di mana di dalamnya dilakukan pemanenan kayu. Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.9/VI/BPHA/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi menyebutkan bahwa unit pengelolaan pemanenan kayu perlu dibagi dalam blok kerja tahunan di mana jumlahnya disesuaikan dengan daur tanaman pokok yang ditetapkan. Blok kemudian dibagi ke dalam petak-petak kerja/petak tebang. Ukuran petak tebang harus memiliki kelayakan dari aspek teknis, ekonomi dan ekologis. Penentuan luas petak tebang optimal diharapkan dapat meningkatkan produktivitas penyaradan dan pemeliharaan/pembuatan kanal, menekan biaya produksi penyaradan dan pemeliharaan/pembuatan kanal serta dapat meningkatkan keseimbangan antara pencapaian (Suhartana dkk., 2014).
Pembuatan jalan hutan hendaknya ditinjau dari segi ekonomi dalam hubungannya dengan kesulitan tentang kelerangan dan temporarinya penggunaan jalan ini. Utamanya, diluar persoalan, dapat diberikan pelindung pada jalan ini dengan penutupan oleh aspal atau semen yang sudah pasti memerlukan biaya sangat besar. Perencanaan pembuatan jalan hutan tidak sama metodanya dengan pembuatan jalan umum yang terkadang memakai metoda yang memerlukan biaya sangat tinggi, tetapi juga tidak sama sekali mengesampingkan metoda itu. Jalan hutan memerlukan keahlian khusus dan pengetahuan yang masak dari daerah yang bersangkutandari seorang rimbawan. Keberhasilan suatu eksploitasi sangat tergangtung kepada biaya pembangunan jalan hutan dan banyaknya jaringan jalan untuk melayani angkutan log (Simbolon, 2014).
Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah menentukan tingkat produksi kayu lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun pengusahanya. Untuk kelestarian sumberdaya hutannya, maka kayu yang dipanen harus tidak melebihi produktivitas (riap) hutan yang akan dipanen. dikeluarkan (Muhdi, 2006).

Tujuan
Tujuan dari Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul Perencanaan Petak Tebang adalah :
1. Menentukan dan menetapkan jumlah petak tebang
2. Menentukan areal efektif untuk kegiatan pemanenan
3. Untuk membuat rencana petak tebang


METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Pemanenan Hutan yang berjudul “Perencanaan Petak Tebang” ini dilaksanakan pada hari Jumat, 4 Mei 2016 pukul 14.00-16.00 WIB . Praktikum ini dilakukan di ruangan Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah Penggaris, jangka, pulpen permanen merah dan hitam, pensil, penghapus, dan kalkulator.
Bahan yang digunakan adalah Peta kontur dengan skala 1 : 5000, kertas milimeter, buku panduan dan buku data.

Prosedur Kerja
1. Ditentukan petak tebang dengan cara menentukan lokasi TPn sebanyak-banyaknya, dimana syarat lokasi itu antara lain: lokasi datar, bebas banjir, dekat dengan jalan, dan aman dari gangguan masyarakat.
2. Dibuat garis melingkar dengan menggunakan jangka dengan jari-jari 8 cm.
3. Ditentukan pusat lokasi TPn dan ditandai dengan membuat petak ukuran 0,6 cm x 0,8 cm.
4. Digambarkan petak tebang yang akan direncanakan, dengan memperhatikan garis singgung pada lingkaran. Gunakan pulpen permanen merah dalam penggambaran petak tebang.
5. Apabila ada dua atau lebih petak tebang yang overlap, maka dimasukkan ke dalam salah satu petak tebang yang dianggap lebih bagus (dengan jangkauan maksimal 12 cm pada peta)
6. Dicatat ke dalam buku data.



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil yang di peroleh dari praktikum pemanenan hasil hutan yang berjudul “Perencanaan Petak Tebang” ini adalah

Pembahasan
Dari praktikum perencanaan petak tebang yang telah dilakukan, maka diperoleh petak tebang sebanyak 25 petak tebang dengan 1 tempat pemungutan kayu sementara (TPn) pada setiap petak tebang. Petak tebang merupakan suatu unit areal kerja dimana tahapan-tahapan pemanenan kayu dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parmuladi dalam Suhartana dkk. (2012). Tiap petak tebang biasanya dilayani oleh satu tempat pengumpulan kayu sementara (TPn). Untuk itu sebelum dilakukan kegiatan pemanenan kayu perlu membagi blok tebangan ke dalam petak-petak tebang yang merupakan bagian dari perencanaan pemanenan kayu. Sebelum dilakukan pemanenan pada blok tebangan, maka areal tersebut terlebih dahulu dibagi ke dalam petak petak tebang, yaitu suatu unit terkecil dalam blok tebangan tahunan, di mana seluruh kegiatan pemanenan kayu akan dilakukan. Kegiatan pemanenan kayu meliputi: 1. Penebangan; 2. Penyaradan; 3. Muat-bongkar; dan 4. Pengangkutan.
Ukuran petak tebang disesuaikan dengan pendekatan tekhnis atau disesuaikan dengan kemampuan alat penyarad. Alat penyarad yang umum digunakan adalah traktor. Pada saat pembuatan petak tebang, titik tengah lingkaran yang merupakan dasar pembagian petak tebang merupakan tempat pengumpulan kayu sementara hasil dari penyaradan. Pada perencanaan petak tebang ini, jangkauan yang dapat dijangkau oleh alat penyarad (traktor) dari lokasi TPn adalah 8 cm pada peta atau 400 meter dilapangan. Namun, apabila ada pohon yang berada pada posisi overlap atau diluar 8 cm, pohon yang dapat dimasukkan ke dalam petak tebang adalah pohon yang berada dalam jangkauan terjauh alat penyarad yaitu pada jarak 12 cm di peta atau 600 meter dilapangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sagala (1994) yang menyatakan bahwa, di dalam penentuan luas petak tebang, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan teknis. Yang dimaksud dengan pendekatan teknis adalah menentukan luas petak tebang berdasarkan jangkauan terjauh (jarak sarad). Alat penyarad sesuai keterbatasan atau kemampuan teknis alat – alat yang digunakan. Sistem peyaradan yang digunakan adalah sistem traktor dimana alat yang digunakan adalah traktor.
Pada pembuatan petak tebang areal sungai pada ordo 3 dan 4 digunakan sebagai pembatas petak tebang. Pada petak sungai ordo 1 dan 2 tidak dijadikan pembatas petak tebang dan masih dapat dimasukkan ke dalam petak tebang. Hal ini dikarenakan sungai dengan ordo 3 dan 4 tidak dapat dilalui oleh alat penyarad. Sedangkan untuk TPn, TPn sebaiknya dibuat pada daerah yang datar sampai sedang dan tidak tergenang air. Tujuan Tpn dibuat pada tempat yang datar adalah membantu dalam penyaradan kayu untuk menghemat energi dan memudahkan alat penyarad agar lebih cepat dan mudah dalam melakukan pemanenan. Serta TPn dibuat pada tempat tidak tegenang air untuk menghindari kerusakan pada kayu. Perencanaan harus memiliki kelayakan dari aspek teknis, ekonomi dan ekologis.  


DAFTAR PUSTAKA

Suhartana, Sukanda, dan  Yuniawati. 2012. Luas Petak Tebang Optimal Pemanenan Kayu di Areal Hutan Tanaman Rawa Gambut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 2, Juni 2012 : 124-125. Diakses dari https://core.ac.uk/download/files [18 Mei 2016] [18.00 WIB].
Elias. 1997. Buku Saku Pembukaan Wilayah Hutan. Penebar Swadaya. Jakarta

Muhdi. 2006. Buku Ajar Pemanenan Hasil Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan

Parmuladi, B. 1995. Hutan Kehutanan dan Pembangunan Bidang Hutan. Penerbit Grafindo Persada. Jakarta.

Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Fakultas Kehutanan IPB Press. Bogor.

Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Simbolon, M. 2014. Pembukaan Wilayah Hutan Perencanaan Pembutan Jalan Hutan. Diakses dari https://core.ac.uk/download/files [18 Mei 2016]
 [18.00 WIB].

Subagio. 2003. Pengetahuan Peta. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Suparto, R.S. 1999. Pemanenan Kayu. IPB Press. Bogor.

Suhartana, Yuniawati, dan Dulsalam. 2014. Luas Petak Tebang Optimal Pemanenan Kayu di Areal Hutan Tanaman Rawa Gambut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 3, September 2014 : 175-176. Diakses dari https://scribd.com [18 Mei 2016] [18.00 WIB].


Post a Comment

0 Comments