PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu inventarisasi hutan adalah salah satu cabang ilmu kehutanan yang membahas tentang metode penaksiran potensi hutan. Metode penaksiran adalah cara pengukuran sebagian atau seluruh elemen dari suatu obyek yang menjadi sasaran pengamatan untuk mengetahui sifat dari obyek yang bersangkutan. Inventarisasi hutan dapat didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu kehutanan yang membahas tentang cara pengukuran sebagian atau seluruh elemen-elemen dari suatu lahan hutan untuk mengetahui sifat-sifat dan/atau nilai kekayaan yang ada di atas lahan hutan yang bersangkutan (Malamassam, 2009).
Inventarisasi hutan adalah suatu kegiatan pengumpulan dan penyusunan data ataupun fakta mengenai sumber daya hutan untuk rencana pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategi jangka panjang, jangka menengah, dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang dilaksanakan. Ruang lingkup inventarisasi hutan meliputi survei mengenai status dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya manusia serta kondisi sosial masyarakat di dalam, dan sekitar hutan (Wirakusumah, 2003).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan faktor penentu utama yang mempengaruhi keotentikan data yang diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan didapat (Firdaus, 2010).
Pada umumnya, dalam pendugaan potensi hutan, khususnya potensi volume, memerlukan pengukuran tinggi dan diameter pohon. Pengukuran tinggi pohon biasanya lebih sulit sehingga dapat memakan waktu lama dan mahal sedang pengukuran diameter dapat dilakukan dengan mudah dan relatif murah. Jika tersedia data tinggi dan diameter maka dapat dirumuskan model hubungan tinggi-diameter di mana tinggi merupakan fungsi dari diameter. Selanjutnya, berdasarkan penduga model hubungan tinggi diameter tersebut dapat diduga besarnya tinggi pohon hanya dengan melakukan pengukuran diameter sehingga waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan inventarisasi hutan, khususnya dalam pendugaan volume tegakan dapat ditekan (Putranto, 2011).
Pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan pengukuran pada tinggi pohon dari komunitas yang akan diketahui tersebut. Tinggi pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data tinggi bukan hanya diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam pengaturan penebangan dengan batas tinggi tertentu serta dapat digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan. Pengukuran tinggi pohon dengan menggunakan beberapa alat yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula. Dengan demikian, perbedaan relatif dari keakuratan data yang diperoleh diantara alat yang berbeda akan terlihat. Sehingga dapat diketahui pula kelebihan dan kelemahan suatu alat tertentu (Kurniawan, 2015).
Dalam kegiatan pengelolaan hutan, data tinggi pohon diperlukan untuk penentuan volume pohon dan tegakan serta penentuan kualitas tempat tumbuh. Tinggi pohon adalah jarak tegak antara puncak pohon terhadap permukaan tanah. Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan terhadap berbagai hal, yaitu tinggi total (Tt), tinggi bebas cabang (Tbc) dan tinggi pada ketinggian tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran menggunakan 5 macam alat ukur tinggi pohon terhadap 10 individu pohon dan masing-masing dilakukan ulangan sebanyak dua kali dari setiap alat ukur (Putri, 2015).
Tujuan dari praktikum inventarisasi hutan yang berjudul “Angka Bentuk” ini adalah :
1. Mahasiswa mengerti arti angka bentuk atau bilangan bentuk atau faktor bentuk dan kegunaannya.
2. Mahasiswa dapat menghitung angka bentuk atau bilangan bentuk
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu perangkat untuk membantu pendugaan massa tegakan dalam kegiatan inventarisasi tegakan adalah tersedianya tabel volume pohon yang disusun berdasarkan model pendugaan volume yang tepat dan akurat. Terdapat beberapa metode/cara untuk menduga volume pohon berdiri, diantaranya adalah menggunakan angka bentuk batang dan menggunakan model persamaan matematis. Pendugaan volume pohon berdiri menggunakan angka bentuk batang cukup praktis namun sering menghasilkan penyimpangan hasil dugaan yang cukup tinggi, sehingga cara kedua yang banyak digunakan di dalam lapangan dalam menduga volume pohon berdiri karena terbukti telah tepat dan akurat (Latifah, 2003).
Bentuk batang berkaitan erat dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran. Karena perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian itu, maka secara umum ada tiga macam pendekatan bentuk batang. Pertama adalah pada pangkal batang didekati dengan bentuk neloid. Segmen batang bagian tengah didekati dengan paraboloid. Bagian ujung pohon dapat didekati dengan bentuk kerucut (konoid) bisa juga dengan paraboloid, tergantung apakah perubahan diameter menuju ujung konstan atau tidak (melengkung). Volume batang adalah besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarnya dinyatakan dalam satuan kubik, yang didapat dari perkalian satuan dasar panjang. Taper curve adalah tingkat perubahan ukuran diameter batang mulai dari pangkal batang hingga tinggi batang atau panjang batang. Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter sepanjang batang dengan ketinggian batang yang bersangkutan dari permukaan tanah (Sadono dkk., 2009).
Pengelolaan hutan lestari perlu memperhatikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Perencanaan hutan perlu dilakukan agar tercipta pengelolaan hutan yang lestari, sehingga diperlukan data dan informasi mengenai hutan yang dikelola. Salah satu informasi yang dibutuhkan sebagai dasar kegiatan perencanaan adalah informasi mengenai potensi volume pohon dan tegakan. Struktur tegakan dipengaruhi oleh waktu, sehingga terjadi perubahan dimensi dan jumlah pohon. Oleh karena itu, pembaharuan model-model volume perlu dilakukan terhadap berbagai jenis tegakan untuk mengetahui potensi tegakan yang dikelola. Pendugaan volume pohon dapat dilakukan menggunakan model volume dan angka bentuk pohon. Perbedaan jenis dan karakteristik pohon dapat mempengaruhi angka bentuk yang digunakan, sehingga perlu dilakukan pengukuran untuk jenis pohon berbeda agar memperoleh angka bentuk yang sesuai (Puspitasari, 2015).
Perhitungan angka bentuk batang (f) untuk volume batang di bawah pangkal tajuk berdasarkan persamaan f = Vp/Vsil di mana Vsil adalah volume silinder batang pada d1.30 yang sama dengan d1.30 pohon model. Adapun persamaan volume silinder yang digunakan yaitu: Vsil = ¼" Ï€" (D/100)2 Tpkt, dimana D: diameter setinggi dada dan Tpkt: tinggi pangkal tajuk (Siswanto dan Imanuddin, 2008).
Volume pohon berdiri, diduga dengan menggunakan persamaan berikut: V= Vp bebas cabang + Vak percabangan = 0,7854.D2.t.AB + Æ©V seksi cabang dimana:
V = volume potensial tinggi total (m3); D = diameter setinggi dada (cm);
t = tinggi bebas cabang (m); AB = angka bentuk (m); dan 0.7854 = konstanta (0,25. p). Volume sortimen, dihitung dengan rumus berikut: "Vl = " "0,25Ï€" ["D1+D2" /"2" ]"p" /"10000" dimana : = volume (m3); D1 = diamater pangkal (cm); D2 = diameter ujung (cm); dan p = panjang atau tinggi limbah (m) (Hidayat dan Hendalastuti, 2004).
Beragamnya keadaan tegakan menurut tempat tumbuh dan lingkungannya menyebabkan bentuk batang pohon bervariasi dari suatu kondisi tempat tumbuh dengan kondisi tempat tumbuh yang berbeda. Sehubungan dengan itu, cara penaksiran volume pohon secara seragam dengan menggunakan perangkat penduga volume pohon yang menggunakan satu macam angka bentuk batang sebaiknya dihindarkan karena hal tersebut merupakan sumber kesalahan hasil taksiran. Angka bentuk batang (f) dihitung sebagai perbandingan antara isi kayu melalui perhitungan volume per seksi dengan isi silinder yang mempunyai dbh dan tinggi pohon yang sama. Pengujian hipotesa angka bentuk batang dengan 0,70 dilakukan dengan uji t sebagai berikut Ho : F = 0,70 lawan H1 : F 0,70 dan Thit = (f - F ) / Sf derajat bebas (n-1). F adalah angka bentuk batang hipotetik, f = rata-rata dari angka bentuk pohon, dan Sf = kesalahan baku angka bentuk batang (Susila, 2012).
METODOLOGI KERJA
Waktu dan Tempat
Praktikum Inventarisasi Hutan yang berjudul “Angka Bentuk” ini dilaksanakan pada hari Rabu, 06 April 2016 pukul 13.00-16.40 WIB. Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Inventarisasi Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pita ukur, kalkulator, alat tulis, penggaris, penghapus dan buku panduan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah pohon Mahoni (Swietenia mahagoni).
Prosedur Kerja
Mahasiswa mencari pohon yang sedang ditebang atau sudah tumbang (daun lebar atau daun jarum).
Batang pohon dibagi-bagi menjadi bagian yang sesuai dengan bentuk batang (neloid, silindris, paraboloid dan konus).
Menghitung rumus untuk tiga macam bentuk batang
Bagian pangkal (neloid)
V = L/20 (D^2 + d^(3/2) d^(1/2) + D d + D^(1/2) d^(3/2) + d^2)
Bagian tengah (paraboloid)
V = L/20 (D^2 + d^2)
Bagian atas (konus)
V = L/20 (D^2 + D d + d^2)
Ket :
Untuk bentuk silindris D = d
V = Volume batang (m^3)
L = panjang batang (m)
D = diameter batang bagian pangkal (cm)
d = diameter batang bagian ujung (cm)
Menghitung angka bentuk.
Memasukkan hasil pengukuran ke tabel
Membandingkan hasil perhitungan angka bentuk absolute, nyata dan buatan.
Contoh Tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Hasil yang diperoleh dari praktikum Inventarisasi Hutan yang berjudul “Angka Bentuk” ini adalah sebagai berikut.
Pembahasan
Pada praktikum ini pengukuran pohon dilakukan dengan membagi pohon ke dalam 5 seksi, yang masing-masing seksinya memiliki panjang 1 meter. Dari hasil pengukuran diameter, luas bidang dasar dan volume, dapat diketahui bahwa pohon yang diukur tidak memiliki bentuk batang silindris seperti tabung. Pada pengukuran pohon mahoni (Swietenia mahagoni) diperoleh diameter yang bervariasi yakni, pada diameter ketinggian 1,3 m yaitu 18,11 cm dan diameter 0,9 yaitu 24,61 cm diameter atas permukaan tanah adalah 26,41 cm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin ke atas diameter pohon Mahoni (Swietenia mahagoni) semakin mengerucut atau tapper. Hal ini sesuai dengan literatur Sadono dkk. (2009) yang menyatakan bahwa Taper curve adalah tingkat perubahan ukuran diameter batang mulai dari pangkal batang hingga tinggi batang atau panjang batang. Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter sepanjang batang dengan ketinggian batang yang bersangkutan dari permukaan tanah.
Volume dalam satu pohon adalah 0,1239 dengan volume V1,30 = 0,0257 dan V0,90 = 0,0475 dan V1 = 0,0547. Semakin ke bawah volume pohon semakin besar. Volume dipengaruhi besar diameter dan tinggi pohon yang dalam ini dihitung pada masing-masing sortimen atau seksi. Sesuai dengan pendapat Hidayat dan Hendalastuti (2004), volume sortimen, dihitung dengan rumus berikut: "Vl=" "0,25Ï€" ["D1+D2" /"2" ]"p" /"10000" dimana : Vl = volume (m3); D1 = diamater pangkal (cm); D2 = diameter ujung (cm); dan p = panjang atau tinggi limbah (m).
Dari hasil perhitungan angka, maka diperoleh angka bentuk, angka bentuk yang paling rendah yaitu 0,27 dan paling tinggi yaitu 0,4. Angka bentuk diperoleh dari hasil perbandingan antara Volume silindris dengan volume sebenarnya. Hal ini sesuai dengan literatur Siswanto dan Imanuddin (2008) yang menyatakan bahwa perhitungan angka bentuk batang (f) untuk volume batang di bawah pangkal tajuk berdasarkan persamaan f = Vp/Vsil di mana Vsil adalah volume silinder batang pada d1.30 yang sama dengan d1.30 pohon model. Adapun persamaan volume silinder yang digunakan yaitu: Vsil = ¼" Ï€" (D/100)2 Tpkt, dimana D: diameter setinggi dada dan Tpkt: tinggi pangkal tajuk.
Pada dasarnya jarang dijumpai angka bentuk sama dari pohon mulai dari pangkal sampai ujung. Angka bentuk pada masing-masing selalu berbeda-beda, makin besar diameter suatu pohon maka volumenya akan semakin besar dan sebaliknya juga. Bentuk batang juga dipengaruhi faktor tempat tumbuh dan ligkungan, sehingga angkka bentuk pada setiap pohon berbeda-beda. Dari hasil juga dapat diketahui bahwa semakin besar volume suatu pohon maka angka bentuknya dari pohon itu akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan literatur Susila (2012) beragamnya keadaan tegakan menurut tempat tumbuh dan lingkungannya menyebabkan bentuk batang pohon bervariasi dari suatu kondisi tempat tumbuh dengan kondisi tempat tumbuh yang berbeda. Sehubungan dengan itu, cara penaksiran volume pohon secara seragam dengan menggunakan perangkat penduga volume pohon yang menggunakan satu macam angka bentuk batang sebaiknya dihindarkan karena hal tersebut merupakan sumber kesalahan hasil taksiran.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Diameter ketinggian 1,3 m yaitu 18,11 cm dan diameter 0,9 yaitu 24,61 cm diameter atas permukaan tanah adalah 26,41 cm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin ke atas diameter pohon Mahoni
(Swietenia mahagoni) semakin mengerucut atau tapper.
2. Dari hasil perhitungan angka bentuk yang paling rendah yaitu 0,27 dan paling tinggi yaitu 0,4.
3. Volume dalam satu pohon adalah 0,1239 dengan jumlah panjang seksi dalam satu pohon 5 meter.
4. Angka bentuk yang sering digunakan adalah angka bentuk buatan dengan menggunakan luas bidang dasar setinggi dada (dbh = 1,3 meter).
5. Volume pohon semakin ke bawah semakin besar, hal ini dipengaruhi oleh besarnya diameter pohon. Volume V1,30 = 0,0257 dan V0,90 = 0,0475 dan V1 = 0,0547.
Saran
Sebaiknya pada praktikum angka bentuk ini, praktikan harus mampu menguasai penggunaan alat ukur sehingga pada waktu pengambilan data lebih efisien dan efektif. Praktikan juga harus mampu menguasai rumus-rumus perhitungan agar data yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus, A. 2010. Diameter Pohon Terbesar Di Lampung. Diakses dari https://docs.google.com/file/ [7 April 2016] [20.00 WIB].
Hidayat dan Hendalastuti. 2004. Kajian Efisiensi Pemanenan Kayu Mangium (Acacia mangium): Studi Kasus Di Hutan Tanaman Di Pulau Laut, Kalimantan Selatan
Kurniawan, R. 2015. Mengenal Alat Ukur Diameter dan Tinggi Pohon. Diakses dari https://www.scribd.com/ [7 April 2016] [20.30 WIB].
Latifah, S. 2003. Peranan Metode Analisis Kuantitatif Dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia. Jurusan Manajemen Hutan. Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara
Malamassam, D. 2009. Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Puspitasari, D .2015. Angka Bentuk Dan Model Volume Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Putranto, B. 2011. Penduga Model Hubungan Tinggi dan Diameter Pohon Jenis Jambu-Jambu (Kjellbergiodendron sp.) pada Hutan Alam di Kab
Mamuju Sulawesi Barat. Diakses dari https://core.ac.uk/download/files
[7 April 2016] [10.00 WIB].
Sadono, R., Mhd. Dimas T., Askar. 2009. Model Lengkung Bentuk Batang (Taper Curve) Pohon Jati (Tectona grandis). Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.
Siswanto, B. E., dan Rinaldi I, .2008. Persamaan Regresi Penaksiran Volume Pohon Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb) Di Kediri, Jawa Timur. Pusat Litbang Hutan Tanaman. Bogor.
Susila, I. W. W. 2012. Model Dugaan Volume Dan Riap Tegakan Jati (Tectona grandis L.F) Di Nusa Penida, Klungkung Bali. Balai Penelitian Kehutanan Mataram.
Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi Dan Komunitas. UI-Press. Jakarta.
0 Comments