Laporan Praktikum Pengantar Oseanografi

Halo sahabat sekalian, pada kesempatan kali ini kami akan membagikan referensi untuk Laporan Praktikum Pengantar Oseanografi. Ingat ya ini sebagai referensi bukan sebagai bahan untuk di copy-paste sepenuhnya. Berusahalah membuat laporan sebaik mungkin dengan usaha dan pengetahuan kalian sendiri atau berimproviasasi dari laporan yang kami sediakan ini juga tidak masalah selama kalian tidak menelannya bulat-bulat ya hehehe... Baiklah langsung saja berikut ini isi dariLaporan Praktikum Pengantar Oseanografi. Semoga membantu :)


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur praktikan panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmatNya, sehingga laporan praktikum yang berjudul “ Identifikasi Perairan Alue Naga” dapat terselesaikan tepat pada waktunya, guna melengkapi rangkaian kegiatan praktikum pada mata kuliah Pengantar Oseanografi.
Laporan praktikum ini memuat latar belakang, tujuan praktikum, tinjauan pustaka, metode kerja serta hasil yang telah kami peroleh dari praktikum lapangan, dimana terdapat data-data yang telah diurutkan dan dihitung secara metodik pada laporan ini.
Dalam penulisan laporan ini, praktikan menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat perbaikan sangat diharapkan demi mendapatkan penyajian yang lebih komprehensif di laporan berikutnya.
Akhirnya, praktikan mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta memberikan bantuan, terutama kepada dosen pembimbing dan juga kepada semua asisten yang telah membantu dan membimbing kami.

Darussalam, 9 Juni 2015

Kelompok 2


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
       Laut ialah kumpulan dari air asin yang membentang dengan luas sepanjang permukaan bumi dan mengisi cekungan-cekungan yang terdapat didalamnya. . Permukaan bumi yang ditutupi oleh air samudra meliputi sekitar 70%. Penyebarannya tidak merata di antara belahan bumi utara dan selatan. Belahan bumi utara 60% terdiri atas air permukaan dan 40% daratan, sedangkan belahan bumi selatan 83% terdiri atas air permukaan dan 17% terdiri atas daratan. Di Indonesia perbandingan antara lautan dan daratan adalah 6 : 4, jadi lebih luas lautan dibandingkan daratan
       Bidang ilmu yang mempelajari tentang keadaan lautan adalah Osenaografi. Oseanografi dapat didefenisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan. Ilmu oseanografi biasanya hanya dibagi menjadi empat cabang ilmu yaitu, fisika oseanografi,geologi oseanogafi, kimia oseanografi dan biologi oseanografi.
       Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis. Cepat atau lambat perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun yang terjadi akan baik bagi suatu kehidupan dan buruk bagi kehidupan yang lain. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan di laut diantaranya ialah faktor kimia dan fisika.
       Faktor atau parameter fisika dapat meliputi suhu, salinitas, arus, gelombang, gelombang pasut,kecerahan. Sedangkan, pada faktor atau parameter kimia meliputi pH atau tingkat keasaman.

1.2 Tujuan Praktikum
a. Mengamati karakteristik sinyal gelombang di perairan Alue Naga.
b. Mengindentifikasi bentuk gelombang yang terjadi di perairan Alue Naga.
c. Memprediksi besarnya angina yang bertiup.
d. Melihat besarnya energi gelombang di perairan Alue Naga.
e. Mengetahui data karakteristik pasang – surut.
f. Memahami tata cara pengamatan pasut di perairan Alue Naga.
g. Mengatahui suhu rata-rata perairan Alue Naga.
h. Mengetahui tingkat keasaman air di suatu perairan.
i. Mengetahui penyebaran kadar garam di perairan Alue Naga.
j. Mengetahui kecerahan perairan Alue Naga.
k. Mengetahui tata cara pengukuran arus di perairan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perairan Laut
       Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni (Subagio, 2010).
    Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis. Cepat atau lambat perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun yang terjadi akan baik bagi suatu kehidupan dan buruk bagi kehidupan yang lain. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan di laut diantaranya faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan maupun air, salinitas, suhu dan cahaya (Rumimohtarto, 2009).

2.2. Parameter Fisika
2.2.1. Suhu
       Suhu merupakan salah satu faktor pembatas terhadap ikan-ikan atau biota akuatik. Suhu dapat mengendalikan fungsi fisiologis organisme dan berperan secara langsung atau tidak langsung bersama dengan komponen kualitas air lainnya mempengaruhi kualitas akuatik. Temperatur air mengendalikan spawning dan hatching, mengendalikan aktivitas, memacu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan, menyebabkan air menjadi panas atau dingin sekali secara mendadak. Temperatur air juga mempengaruhi berbagai macam reaksi fisika dan kimiawi di dalam lingkungan akuatik (Sovisa, 2009).
       Menurut Nontji (1987), suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara 28 - 31°C. Suhu air didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di lepas pantai.
Peningkatan suhu perairan mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan valurisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan gas di dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya (Hassam Efendi, 2009).
    Menurut Ghufran (2007), suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan air tawar dibatasi oleh suhu di perairan tersebut. Secara umum laju pertumbuhan meningkat seiring dengan kenaikan suhu, karena dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhunya sampai ekstrim (drastis).Suhu air dapat mempengaruhi biota air secara langsung maupun tidak langsung, yaitu melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air.Semakin tinggi suhu air maka semakin rendah daya larut oksigen didalam air, begitupun sebaliknya. Pada suhu 36o C dan salinitas 36 ppt nilai kelarutan oksigen dalam air sebesar 5,53 ppm, sedangkan  pada suhu 30o C dan 25o C serta salinitas yang sama kelarutan tersebut berturut – turut adalah setinggi 6,14 ppm dan 6,71 ppm (Boyd, 1981. Dan saenong, 1992. Dalam Ghufran, 2007)
       Menurut Gusrina (2008), Suhu air pada suatu perairan dapat dipengaruhi oleh usim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, penutupan awan, aliran dan kedalaman air. Peningkatan suhu air mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, CH4 dan sebagainya.


2.2.2. Kecepatan Arus
       Arus adalah gerakan mengalir suatu massa air ke arah tertentu. Arus ini bisa sehangat 30oC atau sedingin -2oC, tergantung darimana air tersebut berasal, dan lebar arus bisa lebih dari 60 km. Sebagian besar arus bergerak dengan kecepatan 10 km per hari, meskipun untuk beberapa jenis arus dapat bergerak lebih cepat. Arus membawa banyak sekali air ke seluruh penjuru bumi, mempengaruhi dan membantu mengatur iklim. Arus terdapat di permukaan maupun di samudera yang dalam. Arus mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah pelayaran bagi kapal (Kurniawan et,al., 2009).
       Arus laut (sea current) adalah gerakan massa air laut dari tempat ke tempat lain baik secara vertikal (gerakan ke atas) maupun secara horisontal (gerakan ke samping). Menurut letaknya arus dibedakan menjadi dua yaitu arus atas dan arus bawah. Arus atas adalah arus yang bergerak di permukaan laut, sedangkan arus bawah adalah arus yang bergerak di bawah permukaan laut (Hanafi, 2009).


2.2.3. Kecerahan dan Sifat Optis Air
a. Kecerahan 
       Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapiran-lapisan manakah yang paling keruh, yang agak keruh dan yang paling keruh (Kordi dan Andi, 2007).
Faktor kecerahan ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi, berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula (Dedi, 2009).
b. Sifat Optis Air
       Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari, hal ini berkaitan dengan besar sudut penyinaran yang terbentuk. Cahaya yang tiba di permukaan air sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diteruskan. Pada permukaan laut yang bergelombang cahaya sebagian dipantulkan dihamparkan, sinar yang diteruskan sebagian akan diabsorbsi air (Naylor, 2002).
        Kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang ditentukan berdasarkan benyaknya cahaya yang diserap oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (Ansori, 2010).

2.2.4. Pasang Surut
       Pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut (sea level) secara periodik yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik menarik dari benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air bumi (Kurniawan et,al., 2008).
       Pasang surut air laut (ocean side) merupakan bentuk gerakan air laut yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi. Hal ini didasarkan pada bunyi hukum yaitu “dua benda akan terjadi saling tarik menarik dengan kekuatan yang berbanding terbalik dengan pagkat dua jaraknya”. Berdasarkan hukum tersebut berarti makin jauh jaraknya makin kecil daya tariknya, karena jarak dari bumi ke matahari lebih jauh daripda jarak ke bulan. Maka pasang surut permukaan air laut lebih banyak dipengaruhi oleh bulan (Hanafi, 2009).

2.2.5. Gelombang
       Gelombang laut atau ombak merupakan gerakan air laut yang paling umum dan mudah diamati. Helmoles menerangkan prinsip dasar terjadinya gelombang laut sebagai berikut, “jika ada dua massa benda kerapatannya (densitasnya) bergesekan satu sama lain, maka pada bidang gerakannya akan terbentuk gelombang”. Gelombang terjadi karena beberapa sebab, antara lain angin, menabrak pantai, atau gempa. Berdasarkan gerakan permukaannya, gelombang dapat dikelompokkan sebagai berikut: gerak osilasi, gerak transiasi, gerak swash dan back swash (Hanafi, 2009).
Menurut Hutabarat dan Stewart (2008), gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadi badai yang besar dapat menimbulkan gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu kerusakan hebat pada kapal-kapal atau daeah-daearah pantai.

2.3. Parameter Kimia 
2.3.1. pH
       pH adalah cerminan dan derajat keasaman yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus umum pH=-log (H+). Air murni terdiri dari ion H+ dan OH- dalam jumlah berimbang hingga pH air murni biasa. Makin banyak ion OH- dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya makin banyak ion H+ makin rendah pH dan cairan tersebut bersifat asam (Andayani, 2005).
       Air laut mempunyai kemamp uan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dan pH alami akan membeerikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6,0-8,5 (SMK Negeri 3 Kimia Madiun, 2009).

2.3.2. Salinitas
       Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida diterapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam garam ion klorida pada 1 kg air laut jika semua halogen digantikan kandungan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida (Kurniawan et.al, 2008).
       Di perairan samudera, salinitas biasanya berkisar antara 34-35o/oo. Di perairan pantai terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi (Nontji, 1987).
 Menurut Andrianto, 2005. Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup.
       Menurut Gusrina, 2008. Salinitas merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Pengertian salinitas yang lainnya adalah jumlah segala macam garam yang terdapat dalam 1000 gr air contoh.Garam-garam yang ada di air payau atau air laut pada umumnya adalah Na, Cl, NaCl, MgSO4 yang menyebabkan rasa pahit pada air laut, KNO3 dan lain-lain.
       Menurut A. Adriyana, 2010. Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000 gram air, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik mengalami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942). Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut.
       Menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air.Parameter kimia tersebut dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu daerah.Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline).


2.3.3. DO (Dissolved Oxygen)
       Menurut Kordi dan Andi (2007), oksigen adalah salah satu jenis gas yang terlarut di dalam air dengan jumlah yang sangat banyak, yaitu menempati urutan kedua setelah nitrogen. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga apabila ketersediaannya di dalam air tidak mencukupi kehidupan biota budidaya, maka segala aktivitas biota akan terhambat. 
       Oksigen adalah salah satu unsur kimia penunjang utama kehidupan. Dalam air laut, oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan untuk menguraikan zat organik oleh mikroorganisme. Ketiadaan oksigen dalam suatu perairan akan menyebabkan organisme dalam perairan tersebut tidak dapat hidup dalam waktu yang lama. Oleh karena itu salah satu cara untuk menjaga kelestarian kehidupan dalam laut adalah dengan cara memantau kadar oksigen dalam perairan tersebut (Hutagalung et.al, 1985).

2.1  Muara.
       Muara merupakan tempat pertemuan antara air laut dengan air sungai dan merupakan bagian hilir dari sungai. Pada dasar perairan muara ini terjadi pengendapan karena hal ini terjadi pertemuan partikel pasir/lumpur yang dibawa oleh arus sungai bertemu dengan pasir yang berada di daerah sekitar pantai. Dengan demikian percampuran pasir tersebut menghasilkan pengendapan lumpur yang sangat berpengaruh pada perilaku kehidupan organisme muara. Selain itu salinitas yang terbentuk di muara merupakan campuran antara salinitas air sungai dengan salinitas laut (Hutabarat, 1985). 

       Ekosistem Muara biasa juga disebut dengan ekosistem estuari atau perairan estuari dimana, muara merupakan percampuran air tawar dengan air laut.  Proses-proses alam yang terjadi di perairan muara, mengakibatkan muara sebagai habitat disejajarkan dengan ekosistem hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang yaitu sebagai ekosistem produktif alami.  Ekosistem estuari ini cenderung lebih produktif dibanding dengan ekosistem pembentuknya, yaitu perairan tawar dan perairan laut (Soeyasa ,2001).
Salinitas pada air muara sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada keadaan pasang air laut yang masuk ke muara sangat besar sekali sehingga salinitas air menjadi naik. Sedangkan pada waktu surut air laut yang masuk ke muara sangat sedikit sehingga indeks salinitas air muara sangat rendah. Selain itu musim juga berpengaruh terhadap indeks salinitas air muara (Karyadi, 1994).
Organisme konsumen di muara beraneka ragam dan jumlahnya besar. Zooplankton merupakan predator terbesar. Remis, udang-udangan dan ikan sering besar ukurannya. Jumlah organisme di muara dipengaruhi besar oleh indeks salinitas, hanya organisme tertentu yang dapat hidup di muara ini yaitu organisme yang mampu menyesuaikan organ tubuhnya dengan salinitas air muara (Karyadi, 1994).
            Muara merupakan suatu tempat yang cukup sulit untuk di tempati, bersifat cukup produktif yang dapat mendukung sejumlah besar biomassa. Secara umum muara hanya dapat dihuni oleh beberapa spesies saja. Menurut Soeyasa, (2001),  faktor-faktor yang dapat menyebabkan daerah ini mempunyai nilai produktivitas yang tinggi adalah :
Terdapat penambahan bahan-bahan organik secara terus-menerus yang berasal dari daerah aliran sungai,
       Perairan muara umumnya dangkal, sehingga cukup menerima sinar matahari untuk menyokong kehidupan tumbuh-tumbuhan,
Tempat yang relatif kecil menerima aksi gelombang, akibatnya detritus dapat menumpuk di dalamnya,
       Aksi pasang selalu mengaduk bahan-bahan organik yang berada di sekitar tumbuh-tumbuhan.
Daerah muara merupakan tempat hidup yang baik bagi populasi ikan jika dibandingkan jenis hewan lain. Daerah ini merupakan tempat untuk berpijah dan membesarkan anak-anaknya bagi beberapa spesies ikan (Hutabarat, 1985).


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1  Waktu dan Tempat
Adapun kegiatan praktikum Pengantar Oseanografi dilaksanakan pada hari minggu tanggal 06 Juni 2015 pada pukul 09.45 WIB sampai dengan selesai yang bertempat di Alue Naga, Banda Aceh
3.2  Alat dan Bahan
  Adapun alat dan bahan yang digunakan pada saat praktikum pengamatan pasut air laut yaitu:
3.2.1 Tabel Alat 
No Nama Alat Jumlah
1 Papan Skalar   1 Unit
2 Thermometer   1 Unit
3 Floating Grade  1 Unit
4 Secchi Disk   1 Unit
6 Life Jacket   1 Unit
7 Stopwatch   1 Unit
8 Ember           1 Unit
9 pH Universal   1 Unit
10  Sepatu Gambir  1 Pasang

3.2.2 Tabel Bahan 
NO Nama Bahan Jumlah
1 Aquadest          Secukupnya
2 Air Laut          Secukupnya
3 Tissue          Secukupnya
4 P3K                  1 Set
5 Alat Tulis          1 Set

3.3 Prosedur Kerja
Prosedur atau cara kerja yang dilakukan pada saat praktikum pengamatan kali ini adalah :

3.3.1 Parameter Fisika
3.3.1.1 Pengukuran Suhu
1. Dicelupkan Thermometer pada perairan 
2. Dibiarkan beberapa saat 
3. Diangkat dan secepatnya dibaca nilai skala pada suhu
4. Dicatat hasilnya
5. Dilakukan pengulangan setiap 1 jam sekali

3.3.1.2 Pengukuran Kecerahan        
1. Diturunkan secchi disk secara perlahan kedalam perairan 
2. Diamati sampai tidak tampak pertama kali (P1)
3. Dicatat panjang tali unutk P1
4. Diturunkan lebih dalam lagi hingga secchi disk benar-benar tidak tampak    (P2)
5. Dicatat panjang tali untuk P2
7. Dihitung kecerah dengan menggunakan rumus
8. Dilakukan pengulangan setiap 1 jam sekali         

3.3.1.3 Pengukuran Pasang Surut
1. Ditancapkan papan skala pada daerah pasang surut yang masih terendam air dengan surut terendah.
2. Dicatat tinggi permukaan laut mula-mula (T0) cm .
3. Dicatat tinggi permukaan air laut (T1) cm setelah 10 menit.
4. Dicatat hasil.
5. Dilakukan pengulangan setiap 10 menit sekali.

3.3.1.4 Pengukuran Kecepatan Arus
1. Dilepaskan floating grade di perairan
2. Ditekan stopwatch bersamaan dengan floating grade saat menyentuh perairan
3. Dibiarkan floating hingga tali pengikat tertarik sempurna
4. Dicatat waktu yang dibutuhkan oleh floating grade sampai tali pengikat terikat
5. Dicatat hasilnya
6. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dalam 10 menit sekali

3.3.1.5 Pengukuran Gelombang
1. Ditancapkan papan skala dalam air
2. Diukur selisih antara puncak dengan lembah gelombang.
3. Dicatat hasilnya.

3.3.2 Parameter Kimia
3.3.2.1 Pengukuran pH
1. Diambil sampel air dan dimasukkan ke dalam ember.
2. Dicelupkan kertas pH universal ke dalam sampel air.
3. Dilihat perubahan yang terjadi dan dicata hasilnya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Untuk hasil pengamatan pada praktikum ini tertera pada lampiran.

4.2 Analisa Data
4.2.1 Menentukan MSL (Means Sea Level) atau rata-rata air.
H_MSL=  (H Maks-H Min)/2      atau      H_MSL=  Æ©Hn/n
Keterangan : 
H_MSL : Tinggi rata-rata permukaan air
H Maks  : Tinggi maksimum permukaan air
H Min : Tinggi minimum permukaan air 

4.2.2 Grafik  Perbandingan Tinggi Pasang Surut
 

4.2.3 Grafik Perbandingan Arus
 

4.2.4 Grafik Kecerahan


4.3 Pembahasan
Pada praktikum lapangan yang dilaksanakan di perairan Alue Naga, dilakukan beberapa pengukuran terhadap parameter fisika serta kimia. Pada pengukuran terhadap parameter fisika dilakukan pengukuran berupa gelombang, pasut, kecerahahan, suhu, arus, serta parameter kimia yaitu pH atau tingkat keasaman. Pengukuran terhadap DO (Dissolved Oxygen) dan salinitas tidak dilakukan disebabkan karena tidak adanya asas yang dibawa untuk pengukuran parameter tersebut di lapangan.
Dalam pengukuran pasut yang dilakukan dengan menggunakan papan skala pada stasiun 2  pukul 09.45 hingga pukul 15.45 memberikan hasil berupa grafik yang naik-turun. Pada pukul 09.55 kondisi perairan mulai mengalami penaikan pada permukaan airnya atau yang biasa disebut dengan pasang naik. Sedangkan pada pukul 13.55 permukaan mulai mengalami penurunan atau biasa dikenal dengan periode surut. Puncak tertinggi dari permukaan air adalah pada pukul 12.55 dengan ketinggian 135 cm.  Sementara pada stasiun 1 ketinggian mampu mencapai 240 cm pada pukul 11.55. Titik terendah permukaan air pada stasiun 1 adalah 135 cm dan pada stasiun 2 adalah 75 cm. Perbedaan ini dapat terjadi disebabkan karena letak stasiun yang berbeda serta kontur permukaan yang tidak sama antar stasiun. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perbedaan nilai terhadap pengukuran pasut ini ialah karena adanya perbedaan peletakan awal papan skala yang tidak sama jaraknya antara stasiun 1 dengna stasiun 2. Dari hasil pengukuran pasut tersebut juga dapat diamati bahwa stasiun 1 memiliki ketinggian permukaan air yang cukup dangkal sedangkan stasiun 2 memiliki ketinggian permukaan air yang relatif dalam. Teori tentang pasang surut ini didukung pula oleh teori di dalam buku Atlas Lautan yaitu “sebagian besar wilayah di bumi, dalam sehari terjadi dua kali kenaikan dan penurunan permukaan air laut, yang disebut dengan pasang surut.”
Pada pengukuran kecerahan yang dilakukan dengan menggunakan secchi disk pada stasiun 2 didapatkan hasil kecerahan rata-rata sebesar 162,85 cm. sedangkan pada stasiun 1 kecerahan rata-ratanya adalah 179,64 cm. Perbedaan kedua nilai kecerahan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan kedalaman serta jumlah material terlarut ataupun endapan yang terdapat di dasar perairan yang menghalangi intensitas dari penetrasi cahaya matahari. Walaupun perairan Alue Naga ini meiliki kecerahan yang dapat dikategorikan cukup baik namun pada waktu-waktu tertentu kecerahan permukaan air dapat berubah sewaktu-waktu mengingat perairan ini berada diantara perairan laut lepas dan perairan sungai Lamnyong. Sewaktu- waktu saat terjadinya pasang-surut air laut kecerahan pada perairan ini dapat menurun karena desakan dari air sungai yang membawa material endapan dan dapat pula menjadi semakin cerah saat terdapat masukan air laut dan mendapatkan intensitas cahaya matahari yang cukup. Teori tentang pengukuran kecerahan ini juga didukung oleh jurnal Christon, 2012 yaitu “Naik turunnya permukaan air mempengaruhi cahaya yang masuk ke dalam kolom air, berdasarkan hasil pengukuran kecerahan bahwa cahaya yang masuk dapat mencapai 100%, dan ketinggian permukaan air tidak mempengaruhi penetrasi cahaya.”
Pada pengukuran suhu perairan Alue Naga, dilakukan pengukuran dengan menggunakan thermometer. Pada stasiun 2 nilai suhu yang dihasilkan yaitu berkisar antara 27-31°C. sedangkan pada stasiun 1 nilai suhunya berkisar antara 31-32°C. perbedaan terhadap nilai suhu ini dapat terjadi karena perbedaan intensitas panas cahaya matahari yang didapatkan pada setiap stasiunnya. Faktor lain yang mempengaruhi perbedaan terhadap nilai suhu adalah perbedaan waktu pengukurannya dan tidak menutup kemungkinan adanya human error pada saat pengukuran suhu tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nontji (1987), “suhu air permukaan di perairan nusantara kita umumnya berkisar antara 28 - 31°C.”
Pada pengukuran terhadap gelombang dengan menggunakan papan skala di stasiun 2 didapatkan hasil ketinggian maksimum sebesar 110 cm sedangkan pada stasiun 1 yaitu 170 cm. pada ketinggian terendahnya didapat hasil 65 cm di stasiun 2 sedangkan pada stasiun 1 yaitu sebesar 140 cm. periode antara gelombang pertama dan gelombang kedua pada stasiun 1 adalah .. detik. Sementara pada stasiun 2 periode antara gelombang pertama dan gelombang kedua adalah … detik. Perbedaan pada nilai dan periode gelombang tersebut disebabkan karena perbedaan jarak stasiun pengukuran yang berbeda disetiap tahap pengukurannya. Selain faktor tersebut juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai ketinggian gelombang seperti kekuatan angin yang seringkali berubah-ubah disetiap pengukurannya. Perbedaan kekuatan angin dapat disebabkan oleh perbedaan tekanan dari satu titik ke titik lainnya dan hal ini pula yang menyebabkan perubahan pada nilai besar gelombang disetiap pengukuran.
Pada pengukuran arus yang dilakukan dengan menggunakan alat floating grade didapatkan arus rata-rata sebesar 0.11 m/s pada stasiun 1 sedangkan pada stasiun 2 ….. m/s. perbedaan nilai kecepatan arus ini terjadi karena perbedaan kedalaman periaran yang mampu memicu perbedaan pada kecepatan arus. Perbedaan tekanan mampu mengubah kecepatan arus disebabkan karena pada dasarnya arus bergerak dari wilayah yang memiliki tekanan tinggi ke wilayah yang tekanannya lebih rendah. Teori ini juga didukung oleh pendapat di dalam buku Rahma Widyastuti, 2010  yaitu  “Arus merupakan gerakan yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan di dunia. Arus permukaan dibangkitkan terutama oleh angin yang berhembus di permukaan laut. selain itu topografi muka air laut juga turut mempengaruhi gerakan arus”. 
Pada pengukuran pH yang dilakukan dengan menggunakan kertas pH universal, didapatkan hasil yang sama besarnya. Hal ini dikarenakan pada dasarnya kondisi perairan ialah sama, tidak ada masukan polutan ataupun benda-benda asing yang mampu merubah kondisi perairan ataupun merusak kestabilan pH atau tingkat keasaman perairan ini. Hal ini dibuktikan dengan nilai pH yang didapat adalah sekitar 8-9 pada kedua stasiun. 
Pada dasarnya pH perairan normal ialah berkisar antara 6 – 8.5. Hal ini sesuai dengan gagasan Agung Riyadi pada jurnalnya yang mengatakan “ Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memebrikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umunya bervariasi dari 6 – 8.5”. Dari hasil yang telah diperoleh dapat dikatakan bahwa adanya bias dari tingkat keasaman yang didapat pada perairan Alue Naga. Hal ini mungkin dikarenakan kurang akuratnya indikator yang digunakan atau adanya human error  baik pada saat pengambilan sampel maupun pada saat pengukuran tingkat keasaman (pH) tersebut.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum lapangan yang dilakukan kali ini adalah :
a. Jenis perairan Alue Naga adalah muara
b. Pada pengukuran pasut permukaan air mulai bertambah ketinggiannya pada pukul 09.55.
c. Puncak tertinggi pasut yaitu pada pukul 12.55 sebesar 135 cm.
d. Kecerahan rata-rata pada perairan Alue Naga adalah 162,85 cm.
e. Arah pergerakan arus berubah mulai pukul 14.15 menjadi negatif.
f. Kekuatan angina pada peraira ini cukup kuat ditandai dengan tinggi gelombang yang didapat saat pengukuran gelombang.
g. Arus bergerak masuk ke arah perairan sungai dinyatakan dengan simbol (+).
h. Arus bergerak keluar ke arah laut lepas dinyatakan dengan simbol (-).
i. pH perairan Alue Naga berkisar antara 8-9.
j. Gelombang tertinggi yaitu 110cm dan terendah 65 cm.
k. Arus pada perairan Alue Naga cukup kencang.


5.2 Saran
Saran kami untuk praktikum kali ini adalah agar kedepannya kelengkapan peralatan yang akan digunakan dapat ditingkatkan lagi agar proses praktikum juga dapat semakin membaik. Dan diharapkan kepada para asisten agar kiranya dapat mendampingi kami para praktikan sembari proses praktikum berlansung.


DAFTAR PUSTAKA


BAKOSURTANAL. 2006. Atlas Sumberdaya Kelautan. Bogor. BAKOSURTANAL
CERC, 2006. Shore Protection Manual. Washington :  US Army Coastal Engineering Research Center.
Christon, dkk. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarata.
Coastal Hydrolic Laboratory (CHL). 2006. Coastal  Enginering Manual. Part III-IV. Washington DC : Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineering.
Cruz, Joao., 2008. Ocean Wave Energy : Current Status  and Future Perspectives. Springer-Verlag Berlin Heidelberg German.
Dijkstra, Henk A., 2008. Dynamical Oceanography. Springer-Verlag Berlin Heidelberg German.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harris, N. 2007. Atlas Lautan (Seri Atlas Tematik). Erlangga For Kids : Jakarta.
Nontji. 1987. Laut Nusantara. Jambatan. Yogyakarta.
Nybakken, J. W.  1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo.  Gramedia  Jakarta
Pickard, George L., W.J. Emery and L.D. Talley. 2006. Descriptive Physical Oceanography. Edited Version. Elsevier Science Incorporation. New York.
Rahma widyastuti, dkk. 2010. pemodelan pola arus laut permukaan di perairan indonesia menggunakan data satelit altimetri jason-1.
Riyadi, dkk. 2005. Kajian Kualitas Perairan Laut Kota Semarang dan Kelayakannya Untuk Budidaya Laut.
Triadmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset: Yogyakarta.
Yuwono, Nur & Kodoatie, R.J. 2004. Pengembangan  Reklamasi Pantai dan Perencanaan bangunan Pengamannya (Pedoman). Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Departeman Pekerjaan Umum, Jakarta.

Post a Comment

0 Comments